Berbicara tentang tradisi dan budaya di Indonesia, tidak lengkap rasanya jika tidak memasukkan unsur kuliner khas dari setiap daerah.
Salah satu kuliner daerah yang cukup banyak menarik perhatian adalah makanan khas Sunda.
Wilayah Jawa Barat dengan Bandung sebagai ibu kotanya menyimpan harta kuliner yang menggugah selera.
Keberagaman budaya dan kekayaan alam di Jawa Barat turut berperan dalam menghadirkan makanan khas Sunda yang memanjakan lidah.
Namun, hidangan khas dari daerah Sunda tidak hanya menghadirkan cita rasa semata. Dari setiap jenis kuliner hingga rempah-rempahnya, makanan Sunda mendeskripsikan nilai-nilai sosial dan budaya serta keramahan masyarakat Sunda.
Baca juga
Keragaman budaya indonesia dari budaya hingga suku
Dalam setiap suapan makanan Sunda terkandung cerita dan keunikan budaya yang ikut mempengaruhi proses penyajiannya. Makanan Sunda akan membawa setiap penikmat pada tradisi hidup yang tidak boleh dilupakan.
Mari kita ungkap cerita dibalik beberapa hidangan khas Sunda dan memahami betapa pentingnya kuliner dalam rangka memelihara dan melestarikan budaya Indonesia.
Kuliner Menjadi Identitas Budaya Daerah
Walaupun terdengar sepele, makanan atau kuliner punya peran penting dalam aspek kehidupan masyarakat. Dapat dikatakan, makanan menjadi pengikat satu komunitas dengan komunitas yang lain.
Anna Meigs (1997) menggambarkan bahwa kuliner adalah hasil dari pembentukan budaya yang dimana makanan dan proses makan dapat diartikan sebagai elemen yang menghubungkan berbagai bentuk organisme dalam satu kehidupan.
Pilihan makanan umumnya disesuaikan preferensi dan kondisi alam yang ada. Hal ini terjadi di setiap negara, bahkan di setiap lapisan masyarakat. Saat membicarakan selera makan, biasanya akan tergambar hidangan khas dari suatu daerah.
Budaya kuliner yang berbeda pada setiap bangsa merupakan karakter yang kuat dalam mencerminkan keragaman wujudnya. Makanan-makanan khas dan resep tradisional menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan perayaan dalam suatu budaya.
Kuliner sering kali menggunakan sumber daya alam yang tersedia di lingkungan setempat. Pilihan bahan makanan ini mencerminkan hubungan manusia dengan alam dan sumber daya yang ada di sekitarnya.
Setiap budaya memiliki keunikan masing-masing dalam cara memasak, bahan-bahan yang digunakan, cara penyajian, dan cita rasa. Itulah mengapa kuliner menjadi identitas budaya karena dari sana, tercermin berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk tradisi, lingkungan, nilai-nilai, serta interaksi sosial dan sejarah yang membentuk suatu budaya.
Makanan Khas Daerah Sunda dan Sejarahnya
Sri Utami (2018) mengungkap bahwa apa yang setiap orang makan menunjukkan tentang siapa diri mereka, seperti apa budaya dan keberadaannya. Ungkapan “we are what we eat” menunjukkan adanya identitas budaya dalam setiap suapan makanan.
Identitas masyarakat Sunda juga bisa tercermin dari makanan yang berasal dari Tatar PaSundan itu. Berikut beberapa jenis makanan khas Sundadengan sejarahnya :
1. Lalab (Lalap)
Di Sunda, ada istilah sayuran yang disebut dengan lalap. Istilah ini merujuk pada beragam jenis sayur, baik itu sayur yang tumbuh secara liar maupun sayur yang dibudidayakan. Lalab atau lalap juga dapat berupa sayur mentah maupun matang.
Kehadiran pelengkap makanan merupakan aspek yang tidak dapat ditinggalkan dalam kuliner Sunda. Selain sambal, lalap juga menjadi pelengkap yang tanpa keduanya, makanan menjadi kurang memuaskan. Dinas Pendidikan Jawa Barat (2005) menyebut lalap sebagai elemen penambah cita rasa bagi masyarakat Sunda.
Unus Suriawiria (2001) mengungkapkan bahwa 65 persen dari 80 jenis makanan yang dikonsumsi oleh orang Sunda berasal dari berbagai jenis tumbuhan. Sementara 35 persen lainnya adalah ikan dan daging.
Belum diketahui secara pasti kapan budaya makan lalap menjadi bagian dari masyarakat Sunda. Namun, Dosen prodi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran Fadly Rahman dalam penelitiannya di tahun 2018 menuturkan jejak lalap dapat ditemukan melalui bukti arkeologis yang ditemukan dalam Prasasti Panggumulan di Sleman, Jawa Tengah.
Prasasti yang yang berasal dari tahun 902 M atau abad ke-10 M itu menjadi catatan tertua mengenai adanya tradisi makan lalapan.
Dalam Prasasti Panggumulan, beberapa istilah digunakan untuk merujuk pada bahan makanan yang terkait dengan sayuran, seperti rumwah-rumwah (sayuran mentah yang dimakan sebagai lalap), kuluban (sayuran yang direbus sebagai lalap), dudutan (sayuran mentah yang diambil dari akar tanaman), dan tetis (jenis sambal).
Fadly Rahman juga menjelaskan bahwa makan daging tidak identik dengan orang Sunda. Hal itu tercatat dalam tulisan Thomas Stanford Raffles yang menerangkan ternak sapi di Jawa Barat pada masa itu tidak berjalan baik.
2. Sangu Timbel (Nasi Timbel)
Selain lalap, Sunda juga terkenal dengan nasi timbel. Nasi yang dibungkus dengan daun pisang ini pun masuk ke dalam warisan budaya tak benda Indonesia.
Bagi masyarakat Sunda, nasi timbel memiliki makna yang dalam dan menciptakan gambaran khas pedesaan di mana orang Sunda kerap kali membawa nasi yang dibungkus dengan daun pisang saat hendak melakukan perjalanan jauh.
Sebelum terkenal seperti sekarang, nasi timbel adalah hidangan yang umum dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah. Ketika itu, sulit menemukan peralatan makan seperti piring, sehingga daun pisang menjadi alternatif untuk membungkus serta menyajikan makanan.
Selain pengganti peralatan makan, nasi yang dibungkus daun pisang juga bertujuan untuk memberikan aroma khas daun pisang pada nasi. Warisan Budaya Kemdikbud (2010) mencatat, hal ini menjadi ciri khas nasi timbel yang tidak tergerus hingga sekarang.
Daun pisang dipilih karena memiliki zat lilin alami yang berguna sebagai pengawet alami nasi dan isinya. Pada zaman dahulu, nasi timbel merupakan hidangan makan siang yang sering dibawa petani ke sawah juga menjadi bekal di medan pertempuran bagi para pejuang.
Tak hanya memiliki nilai budaya, nasi timbel juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Dengan kandungan karbohidrat dari nasi, protein dari lauk-pauk, serat dari lalapan, serta vitamin dari sambal pelengkap, nasi timbel menjadi sebuah hidangan yang bergizi bagi mereka yang mengonsumsinya.
3. Sate Maranggi
Menurut mantan Bupati Purwakarta yang juga tokoh budayawan Sunda, Dedi Mulyadi, sate maranggi memiliki akar yang jelas di Indonesia. Nama "maranggi" berasal dari seorang penjual sate pada zaman dahulu yang dikenal dengan nama Mak Ranggi.
Pada masa lampau, Mak Ranggi berupaya melestarikan daging dengan metode pengeringan dan memberinya bumbu-bumbu rempah yang beragam.
Setelahnya, daging tersebut diolah dengan cara dibakar. Karena cita rasa sate buatan Mak Ranggi lezat dan berbeda dari sate umumnya, sate ini kemudian meraih popularitas di berbagai wilayah.
Nama Mak Ranggi sebagai penjual sate maranggi kemudian diabadikan dalam sate dengan bumbu rempah hasil kreasinya dengan sebutan sate maranggi.
Inilah latar belakang mengapa sate ini dikenal sebagai sate maranggi, menjunjung sejarah dan ciri khas yang berasal dari penjual sate bernama Mak Ranggi.
4. Oncom
Salah satu penganan khas Sunda, oncom. (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Sejarawan kuliner Fadly Rahman menyebutkan bahwa oncom atau makanan yang mengalami proses fermentasi ini diperkirakan telah menjadi bagian dari menu masyarakat Sunda sejak abad ke-17.
Munculnya oncom bertepatan dengan ditemukannya tempe. Oncom dan tempe merupakan makanan yang berasal dari kreativitas masyarakat Indonesia dalam mengolah makanan.
Untuk menghasilkan oncom, diperlukan teknik fermentasi terhadap sisa bungkil kacang tanah, ampas kedelai, ampas tahu, hingga ampas kelapa.
Sebutan "oncom" sendiri telah muncul pada kurun waktu abad 19-20, yang dapat dijumpai dalam banyak catatan ilmuwan botani, pakar pangan, dan juga ahli gizi dari Belanda pada era itu. Namun, asal-usul nama oncom hingga kini belum diketahui.
Baca juga
10 ide Sarapan pagi sehat berdasar hasil penelitian
Popularitas oncom cukup terkenal di kalangan produsen dan konsumen masyarakat Indonesia pada masanya. Tak hanya itu, laporan yang diterbitkan pada tahun 1924 juga mengulas tentang penyebaran oncom di pasar dan bagaimana makanan ini dijual untuk menjadi bagian dari konsumsi sehari-hari masyarakat pada masa tersebut.
Alasan Nama Kuliner Sunda Cenderung Unik
Selain jenis makanan di atas, masih banyak makanan khas Sunda lain yang menggungah selera. Namun jika diperhatikan, kuliner khas Sunda sering kali memiliki nama yang unik.
Dalam penelitian tahun 2022 yang berjudul “Tata Nama Kuliner Sunda sebagai Kearifan Lokal dalam Perspektif Cognitive Onomatistics” oleh Dosen Prodi Sastra Inggis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Elvi Citraresmana, M.Hum beserta dua dosen dan dua mahasiswa Pascasarjana FIB, diungkap alasan dibalik nama unik pada kuliner-kuliner khas Sunda.
Diketahui bahwa makanan Sunda tidak sedikit yang menggunakan akronim. Berdasarkan penelitian Elvi, ada pula nama makanan Sunda yang memiliki bunyi-bunyi tertentu.
Makanan Sunda dengan nama yang unik banyak ditemukan pada jajanan pasar, makanan basah, hingga makanan populer di daerah Sunda. Beberapa makanan Sunda dengan nama yang unik yaitu:
1. Citruk
Makanan Sunda satu ini merupakan cemilan yang terbuat dari bahan dasar aci atau tepung kanji. Elvi menjelaskan bahwa citruk merupakan gabungan dari kata ‘aci’ dan ‘ngagetruk’.
Aci adalah bahan dasar pembuatan citruk, sementara ngagetruk adalah proses makan citruk yang menghasilkan bunyi ‘getruk’ saat digigit sebab teksturnya yang keras.
2. Bala-Bala
Selain menggabungkan suatu kata dalam menamai makanan, orang Sunda juga sering menamai makanan dengan cara direduplikasi atau diulang-ulang. Nama makanan ‘bala-bala’ diambil dari kata ‘bala’.
Dalam bahasa Sunda, bala artinya tidak rapi atau tidak bersih. Bala juga sering kali mendefinisikan barang-barang yang berserakan. Mengapa kuliner khas Sunda ini dinamai dengan bala-bala?
Bala-bala terbuat dari berbagai sayuran yang dipotong-potong dan dicampur tepung. Adonan bala-bala kemudian digoreng dengan bentuk asal. Karena sayuran tersebut seperti berserakan dalam tepung, maka terbentuklah nama bala-bala.
3. Gado-Gado
Selain bala-bala, ada pula kuliner khas Sunda yang mereduplikasi kata dengan mengambil kata kerja, seperti gado-gado. Kuliner ini berisikan potongan sayuran hijau seperti kol, kacang panjang, tauge, pare, bayam, atau sayuran lain sesuai selera.
Gado-gado juga dilengkapi dengan kentang, tahu, dan telur rebus. Penyajian gado-gado ada yang langsung disiram dengan kuah bumbu kacang atau dipisah. Nama gado-gado diambil dari kata ‘digado’ atau dimakan tanpa nasi.
4. Gorejag
Kemudian, ada pula nama makanan Sunda yang disingkat seperti ‘gorejag’. Nama ini merupakan singkatan dari goreng jagung. Kata gorejag juga merupakan persamaan dari kata ‘ngorejat’, dalam bahasa Sunda berarti terkejut.
Elvi menyatakan bahwa terdapat nilai-nilai lokal yang memiliki peran penting pada makanan khas daerahSunda. Apabila tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian budaya lokal melalui kuliner khas, langkah dokumentasi menjadi suatu kebutuhan esensial guna mencegah klaim oleh pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,