Sebuah adegium mengatakan“ Bila kita gagal dalam
berencana, maka sesungguhnya kita berencana untuk gagal “ Tentu kita semua
bersepakat, kegagalan itu akan selalu
terbukti pada akhirnya dengan melihat hasil capaian yang bisa diraih di
kemudian hari.
Lantas
kalau tidak mau dikatakan gagal dalam perencanaan,
apa yang sejatinya harus dilakukan oleh pemerintah daerah ? nah
satu-satunya langkah yang paling mujarab adalah dengan menangkap isu-isu
strategis yang berkesiuran di tingkat
satuan perangkat daerah maupun yang
tengah berkembang dan terjadi di
masyarakat.
Pun yang dilakukan Bupati dan wakil bupati Bolaang
Mongondow terpilih, Rabu, 23 Mei 2017 bertempat di hotel
Sutan Raja Kotamobagu dengan menggelar
rapat bersama seluruh jajaran satuan kerja perangkat daerah merupakan langkah
cerdas melacak isu-isu strategis di maksud.
Dapat disimak dari tema besar yang diusung pada rapat perdana ini, “isu –isu strategis
perangkat daerah”. Saya sangat yakin
bupati dan wakil bupati terpilih, dalam hati kecil mereka ingin wajah pemerintahannya terlihat kinclong,
tidak oleng karena sebab perencanaan
pembangunan daerah yang asal jadi.
Lebih penting dari itu, rapat ini menjadi langkah awal
untuk memastikan bahwa 10 janji kampanye di masa lalu bisa dieksekusi sampai
tuntas dengan cara menempatkan dalam dokumen RPJMD.
Ini sangat tepat dan tidak berlebih-lebihan kalau sudah
sepantasnya tahap awal sebelum menyusun RPJMD adalah dengan mencari tahu
masalah-masalah di level perangkat daerah dan masyarakat.
Karena sejatinya apa yang tertuang dalam dokumen RPJMD nantinya
merupakan reinkarnasi solusi yang seharusnya
menjawab semua masalah SKPD dan
masyarakat.
Apa imbalannya bila RPJMD itu tersusun dengan baik ? sudah
pasti akan diganjar dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini taruhannya, karena indikator pengawasan BPK
sudah menyentuh pula pada proses perencanaan.
Tak ada pilihan lain dan tak ditabukan kalau ingin menghasilkan RPJMD bermutu periode 2017-2022 maka Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow saat menyusun dilakukan dengan sangat ketat, terutama sekali penggunaan data-data pendukung dan segala bentuk informasi di sektor-sektor strategis.
Bertolt
Brecht, seorang penyair Jerman (1898-1956) pernah
berkata bahwa “buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak
mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik.
Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya
sewa, harga sepatu dan obat, dan lain-lain semua tergantung pada keputusan
politik.
Apa artinya ? jelas bahwa bupati dan wakil bupati
terpilih, pun harus melek dan menyadari bahwa banyak orang tergantung hidupnya pada
kebijakan yang mereka ambil.
Menyusun RPJMD
Menurut
konstitusi, salah satu tugas seorang bupati
dan wakil bupati terpilih sebelum menjalankan roda pemerintahan selama 5 tahun adalah menyiapkan rancangan
peraturan daerah (ranperda) tentang RPJMD.
Dokumen
RPJMD merupakan batu uji yang sahih
sekaligus pedoman pembangunan di daerah selama 5 tahun menjabat.
Lantas,
bagaimana kalau tidak menetapkan perda RPJMD ? Sanksinya jelas dalam pasal 266
ayat 1 Undang-undang 23 tahun 2014, bahwa apabila penyelenggara Pemerintahan
Daerah tidak menetapkan Perda RPJPD dan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
264 ayat (3) dan ayat (4), anggota DPRD dan kepala daerah dikenai sanksi
administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan
Kita
tinggalkan sementara soal sanksi itu, banyak ahli perencanaan berpendapat, “semakin
miskin seseorang, maka semakin besar haknya dalam APBD, sebaliknya semakin kaya
seseorang, semakin kecil haknya dalam APBD”.
Jadi
marwah APBD sesungguhnya untuk rakyat, namun dalam kenyataannya APBD sering di
plesetkan “Anggaran Pak Bupati dan
DPRD”. Namun ini hanya dagelan omong
kosong yang tak perlu ditanggapi serius.
Pertanyaan
lebih tajam adalah bagaimana menyusun RPJMD yang pro rakyat ? benarkah hanya beralaskan dari hasil musrembang. Tunggu dulu.
Kalau
saya perhatikan, ada 4 misi bupati dan
wakil bupati terpilih periode 2017 – 2022, bahwa selain menciptakan clean dan
good governance, juga menyasar daya
saing ekonomi, daya saing pendidikan serta daya saing kesehatan.
Di sinilah butuh kehatian-hatian
yang tinggi untuk merumuskan RPJMD, sebab ada 8 parameter untuk mengukur daya
saing suatu daerah sebagaimana dirilis oleh Bank Indonesia dan Universitas
Padjajaran :
1.
Perekonomian daerah
2. Keterbukaan
3. Sistem Keuangan
4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
5. Ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Sumber Daya Manusia
7. Institusi, tata pemerintahan dan kebijakan pemerintah
8. Manajemen ekonomi mikro.
Dari
8 parameter itu, maka bagi aparat perencana yang cukup encer otaknya tentu bisa
memahami dan membahasakan dengan cukup lugas dalam dokumen RPJMD.
Apakah
itu sudah cukup ? sekali lagi harus saya katakan, belum cukup. Undang-undang 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pun menuntut pemerintah daerah harus
punya inovasi,
Inovasi
dan daya saing daerah ibarat mata uang yang bersebelahan sisi dan saling terkait erat. Sebagai jaminannya, maka apapun
kebijakan yang bersifat inovasi dilakukan bupati dan wakil bupati kendati
merugikan uang negara maka tidak dapat dipidana (penjelasan Bab VI Pasal 22-32
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan).
Kalau
dikonklusi, jadi muatan RPJMD kabupaten Bolaang Mongondow secara agregat adalah
turunan dari 4 misi utama bupati dan
wakil bupati, berisi kebijakan yang inovasi di lingkaran 8 paramater daya saing daerah.
Penutup orang bijak berkata “jika kerbau dipegang
orang talinya, tapi kalau manusia yang dipegang ucapannya”.
Baca juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,