Hari-hari
belakangan dunia pendidikan Indonesia diributkan soal program full day school yang
digagas Menteri Pendidikan yang baru bapak Muhajir Efendy. Saking ributnya, sampai-sampai ada kalangan
artis harus lompat pagar dari profesinya dan mendadak menjadi pemerhati masalah
pendidikan.
Pun petinggi pemerintahan di
daerah semisal Wakil Gubernur Jawab Barat, Bupati Puwakarta, Bupati Bolaang Mongondow Selatan dan Walikota
Kotamobagu harus angkat bicara menolak wacana yang digulirkan kementerian
pendidikan tersebut.
Lepas dari hitam
putih komentar yang berkembang itu, saya salut dengan apa yang digagas Menteri
Pendidikan yang baru. Setidaknya ini sudah merupakan bukti awal bahwa walau
baru dilantik beliau sudah siap meluncurkan program-program pendidikan Indonesia
hebat.
Apa sebenarnya yang keliru dari program full day school ini? konon katanya ini bentuk lain dari eksploitasi anak dan guru sehingga tidak bedanya dengan sebuah robot.
Apa sebenarnya yang keliru dari program full day school ini? konon katanya ini bentuk lain dari eksploitasi anak dan guru sehingga tidak bedanya dengan sebuah robot.
Kalau di
pikir-pikir untuk mencapai visi Indonesia hebat presiden Jokowi maka seharusnya
Indonesia butuh program-program kerja yang hebat seperti ini, eksklusif, tidak
biasa serta lain dari pada yang lain.
Bukankah juga dalam nawacita presiden Jokowi sudah tertera secara kasat mata program pendidikan karakter dari jenjang pendidikan dasar. Artinya pemerintah mau sifat pendidikan yang diterapkan kepada siswa mulai dari SD, SMP merupakan pola pembelajaran yang membangun kebiasaan positif agar terbentuk ciri khas tersendiri dalam diri sang anak. Jalurnya bisa dilakukan dengan program full day school ini.
Bukankah juga dalam nawacita presiden Jokowi sudah tertera secara kasat mata program pendidikan karakter dari jenjang pendidikan dasar. Artinya pemerintah mau sifat pendidikan yang diterapkan kepada siswa mulai dari SD, SMP merupakan pola pembelajaran yang membangun kebiasaan positif agar terbentuk ciri khas tersendiri dalam diri sang anak. Jalurnya bisa dilakukan dengan program full day school ini.
Lepas dari
maksud program ini, ada duga-duga sesuka-suka hati sebagian orang mengatakan program
bersekolah sampai menjelang maghrib ini akan membuat siswa dan guru stress, apa
iya ?. Beruntung sejauh saya ketahui belum
ada klaim siswa dan guru kena tsunami
gurumi gara-gara bersekolah sampai
menjelang malam.
Faktanya di Yayasan
Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan sebagai salah satu sekolah yang sudah memberlakukan
full day school, guru dan muridnya tidak ada yang stres apalagi menjurus gila.
Komisi Nasional Perlindungan Anak pun ikut-ikutan berjumpalitan dengan mengatakan jangan sampai program full day menggantikan pendidikan orang tua ke anaknya.
Beberapa kepala daerah di Indonesia lebih memilih alasan lebih landai: budaya daerah belum siap menerima, infrastruktur sekolah belum mendukung.
Komisi Nasional Perlindungan Anak pun ikut-ikutan berjumpalitan dengan mengatakan jangan sampai program full day menggantikan pendidikan orang tua ke anaknya.
Beberapa kepala daerah di Indonesia lebih memilih alasan lebih landai: budaya daerah belum siap menerima, infrastruktur sekolah belum mendukung.
Alasan Menteri
Konsep
Full Day School dituturkan Menteri Pendidikan di situs tempo.co.id merupakan
program pendidikan sehari penuh berada
disekolah di mana menjadi rumah kedua bagi peserta didik. Ini bertujuan agar
siswa nantinya tidak terjebak pada kegiatan yang kurang membawa manfaat semisal
ke warung internet main game, jalan-jalan
ke mall, dan bahkan tawuran
antar siswa sekolah.
Model kegiatan belajar dari program ini masih seperti model pembelanjaran yang berlaku saat ini, cuman lebih diintensifkan pengunaan tambahan jam untuk kegiatan ekstrakurikuler sesudah jam belajar usai.
Model kegiatan belajar dari program ini masih seperti model pembelanjaran yang berlaku saat ini, cuman lebih diintensifkan pengunaan tambahan jam untuk kegiatan ekstrakurikuler sesudah jam belajar usai.
Pendek kata menurut Menteri Pendidikan
ada 3 alasan utama digagasnya program
ini, pertama, membantu orang tua itu sendiri ketika mereka sibuk bekerja
dari pagi sampai sore, kedua tidak ada mata pelajaran, karena
yang dimanfaatkan adalah sisa waktu yang
dialihkan untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Ketiga membantu sertifikasi guru yang dituntut harus memiliki 24 jam
mengajar setiap minggu.
Baca juga
erkait
dari 3 alasan itu, ditengah hujan kritikan dan banjir penolakan masyarakat yang dituangkan dalam petisi, saat jumpa pers
di restoran Batik Kuring, Jakarta, 9 Agustus 2016 lalu menteri menyampaikan "sudah seharusnya masyarakat
mengkritik gagasan ini, jangan keputusan
sudah saya buat kemudian merasa tidak cocok”.
Wah hebat, ini dia contoh pemimpin tidak anti kritik dan sepatutnya ditiru yang merasa dirinya seorang pemimpin. Bukan malah sebaliknya, selalu merasa kebakaran jenggot, langit akan runtuh kalau ada masyarakat yang mengkritik setiap kebijakan yang dibuat.
Wah hebat, ini dia contoh pemimpin tidak anti kritik dan sepatutnya ditiru yang merasa dirinya seorang pemimpin. Bukan malah sebaliknya, selalu merasa kebakaran jenggot, langit akan runtuh kalau ada masyarakat yang mengkritik setiap kebijakan yang dibuat.
Kotamobagu “tidak
bisa”
embaca, dengan mencermati semua
alasan alasan yang berkembang di tengah publik mulai dari kategori biasa-biasa saja
sekelas tukang sate sampai paling muktahir kaum berjidat lebar (cendekia) maka
menurut hemat saya program full day school ini layak untuk dilanjutkan, dengan catatan
dilakukan sebatas tujuan proyek kajian.
Caranya berlakukan secara terbatas dulu, pada daerah tertentu atau sekolah-sekolah tertentu. Ini akan sangat membantu pemerintah dalam upaya perbaikan program sekiranya itu jadi diterapkan.
Caranya berlakukan secara terbatas dulu, pada daerah tertentu atau sekolah-sekolah tertentu. Ini akan sangat membantu pemerintah dalam upaya perbaikan program sekiranya itu jadi diterapkan.
Sayangnya saat
bersamaan gairah program ini mulai meredup, pasalnya Menteri Pendidikan dalam
igauannya sudah berencana membatalkan program full day school. Bila ingatan saya tidak selip, hal serupa sebetulnya
pernah dilakukan Menteri Pendidikan sebelumnya M. Nuh dengan program kurikulum
2013 atau K13.
Persis sama kejadiannya seperti saat ini, menuai reaksi berlebihan masyarakat, rasa khawatir yang menembus tembok mustahil tanpa ada niat untuk mencoba lebih dulu. Tapi ketika coba dijalankan, ternyata bisa dan sukses.
Persis sama kejadiannya seperti saat ini, menuai reaksi berlebihan masyarakat, rasa khawatir yang menembus tembok mustahil tanpa ada niat untuk mencoba lebih dulu. Tapi ketika coba dijalankan, ternyata bisa dan sukses.
Menariknya, ada kejadian lucu di Kotamobagu yang terlanjur
mengusung slogan “kotamobagu bisa” saat
perayaan ulang tahunnya ke-9, sejatinya menjadi pelopor terdepan mendukung
program ini namun malah keok sebelum bertanding dengan pernyataan ikut menolak (baca
tidak bisa) program full day school seperti dimuat di beberapa media online (misal
probmr.com). Saya pun harus berjuang keras menahan urat
tawa yang tiba-tiba menggoda dari kejadian ini tapi konon setiap masalah itu tidak
mengenal kata kompromi.
Saya jujur, tidak ambil pusing dan mempersoalkan alasan menolak walikota program full day school, okelah itu hak preogratif walikota yang tak terbantahkan siapapun. Tapi ayolah jangan inkosisten ibu walikota dengan meme kotamobagu bisa, karena akan beranak-pinak tawa dan sejuta tanya serta mengacak-acak kebingungan publik.
Apakah meme ini hanya cuma sebuah frasa kata untuk beradu manis dengan visi kota model jasa di spanduk, baliho terpasang ? ataukah ini betul sebuah fighting spirit untuk memperteguh kesan, motivasi bekerja Pemerintahan Kotamobagu lebih di atas normal.
Paling
mungkin (saya bersikukuh) ada tafsir bersayap di belakang kata “bisa”, bisa pilih
a, bisa pilih b sesuai selera. Taruh kata dugaan ini benar adanya, maka saya
memilih menonton opera van java, Indonesia
lawak club saja itu akan jauh lebih menghibur dengan meme segar untuk sekedar
berolahraga mulut.
Penutup, saya tiba-tiba khawatir adagium
kuno pesohor Ibnu Khaldun 600 tahun lalu dalam kitabnya muqaddimah Al’Ibar akan
terbukti di Kotamobagu. Bahwa Kekuasaan merupakan puncak syahwat manusia, karena itu pula, manusia senang berebut dan
berharap memilikinya secara langgeng. Namun sayang, tidak setiap insan mampu
mengemban kuasa yang telah jatuh ke tangannya.
Baca juga : Menanti Kejutan W alikota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,