-->

8/31/2016

ASTAGA, DANA ALOKASI UMUM DITUNDA

"dana alokasi umum"
“Dana alokasi umum tahun 2016 di tunda”, begitu tagline yang dimuat pada sejumlah media pemberitaan nasional seminggu belakangan.
 
Sebagai warga biasa yang sedikit mahfum urusan dana alokasi umum saya dibuat kaget luar biasa, tidak berani saya membayangkan bagaimana paniknya seseorang yang lagi mencicipi jabatan kepala daerah ketika tahu soal ini. 
Tidak main-main ada 169 daerah yang dana alokasi umumnya ditunda oleh Kementerian Keuangan RI dengan nilai total mencapai angka Rp. 19 triliun lebih.
 
Langkah berani Menteri Keuangan RI Sri Mulyani yang baru dilantik mengeluarkan kebijakan ini dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.125/PMK.07/2016 Tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016 untuk penghematan anggaran, dipastikan  akan dikepung  dengan reaksi keras sejumlah pihak. 

Pasalnya penundaan penyaluran dana alokasi umum ke pemerintah daerah itu tidak main-main berlaku untuk empat bulan terakhir (september, oktober, november dan desember).

Di Propinsi Sulawesi Utara sendiri hanya Pemerintah Propinsi dan Kota Bitung yang  kena percikan panas  dari kebijakan kementerian keuangan ini dengan nilai total dana alokasi umum yang ditunda  mencapai Rp. 189 milyar lebih. 

Lumayan besar angka tersebut, apakah itu berarti gaji aparatur sipil negaranya akan ketiban sial juga di tunda ? Soal ini akan dijawab di bagian akhir ulasan ini.      
Alasan Menteri Keuangan
 
Sejauh yang diketahui, baru kali ini ada kebijakan pemerintah pusat yang menunda penyaluran dana alokasi umum ke pemerintah daerah. Kalau perkara  dikurangi dana alokasi umum  selama republik ini berdiri, itu ghalib terjadi dan tidak menjadi soal serius yang perlu diperdebatkan. 

Memang sangat anomal i, ditengah pemberlakuan kebijakan pajak pengampunan (tax amnesty) dengan harapan mampu mengisi pundi-pundi penerimaan negara, namun di ujung lain dana alokasi umum ke 169 pemerintah daerah harus ditunda.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi, mungkinkah ini suatu tanda awas, kebijakan tax amnesty yang baru diberlakukan sudah menunjukan titik-titik noda kegagalan sehingga pemerintah pusat dengan sangat terpaksa harus membuat kebijakan penundaan dana alokasi umum ?  Ataukah ini suatu penanda nol, perencanaan anggaran kementerian keuangan RI sangat buruk ? 

Kalau masalah perkiraan penerimaan negara yang hanya meleset sedikit dari asumsi awal ketika menyusun APBN  itu tidak jadi soal. Tapi kalau perkiraan penerimaan itu melencengnya terlalu jauh dari asumsi awal, maka itu hukumnya wajib dipertanyakan.

Benar ternyata duga duga  saya itu, dituturkan menteri keuangan alasan ditundanya dana alokasi umum karena kantong penerimaan negara kita tidak  pull  lagi untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang sudah disusun sebelumnya. 

Artinya besar pasak daripada tiang, belanja pemerintah yang terlanjur dibuat terlalu banyak dan tidak mampu ditutup dengan penerimaan negara yang ada.  

Terus bagaimana patokan batas toleransi defisit pengeluaran 3.5 – 5.5 persen dari Product Domestic Bruto, akankah standar  defisit ini dalam kategori liar,  di buat tanpa kajian yang realitis ?

Logika sehatnya, standar defisit APBN/APBD yang dipasang seperti itu agar pemerintah tidak kecolongan dan masih mampu menutup pengeluarannya  dengan sumber pembiayaan yang rill dan diperkirakan akan masuk ke kas daerah. 

Soal yang disebutkan terakhir ini tidak akan saya ulas lebih jauh lagi, karena sudah pernah dibahas sebelumnya di media ini.

Dampak Dana Alokasi Umum ditunda 

Bagi komunitas penyandang status aparatur sipil negara, ditundanya penyaluran dana alokasi umum sudah barang tentu akan mengundang harap-harap cemas. Makan minum tidak enak, pandangan nanar dan kosong dan barangkali juga mulai memikirkan alternatif  tempat untuk mencari pinjaman jika gaji mereka ikut-ikutan ditunda   pemerintah.

Pada bagian ini saya berani pastikan rasa khawatir itu tidak akan terjadi, pasalnya formula perhitungan dana alokasi umum yang dipakai selama ini adalah hasil penjumlahan alokasi dasar dan fiscal gap (celah fiskal). 

Alokasi dasar adalah pengeluaran pemerintah yang sifatnya wajib dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan berupa  gaji dan tunjangan aparatur sipil negara.  

Jadi taruh kata, dana alokasi umum pemerintah daerah bukan cuma ditunda tapi dikurangi maka batas minimalnya adalah sebesar nilai alokasi dasar.

Mungkin ada pertanyaan, kalau gaji dan tunjangan ASN itu sampai ditemukan ditunda dibayar pemerintah daerah maka siapa yang memikul tanggung jawab ini? 

Situasi ini seharusnya tidak perlu terjadi dan hampir saya pastikan kalau terjadi juga, letak kesalahannya ada di pemerintah daerah yang keliru mengambil kebijakan dan memahami peruntukan   DAU sendiri. 

Jika berkaca pada formula perhitungan DAU yang sudah seterang matahari siang bolong dijelaskan tadi maka porsi peruntukan DAU sebetulnya yang pertama untuk menutup kewajiban negara (baca alokasi dasar), sisanya untuk program kegiatan.  

Pembaca,  siapa lagi ang akan merasakan dampak langsung dari ditundanya dana alokasi umum ini ? mudah di tebak, urutan berikutnya sudah pasti rakyat dan barisan para kontraktor. 

Artikel
 
Program kegiatan pemerintah semisal dana desa dan  ADD sudah sangat pasti tidak akan berjalan mulus dan begitupun pencairan program kegiatan yang ada di tingkat SKPD. Pun Kepala daerah dipaksa harus memutar otak memikirkan ulang rencana dan target jangka pendek yang bisa dicapai dengan posisi keuangan daerah yang kembang kempis.

Sejatinya, pada daerah-daerah yang laju pertumbuhan ekonominya masih dominan banyak didorong dari belanja pemerintah daerah maka dititik inilah kebijakan ikat pinggang dari kepala daerah dibutuhkan.  

Lain soal pada daerah yang basis ekonominya sudah mapan dan mengandalkan kekuatan pihak investor, ditundanya dana alokasi umum tidak akan membuat kepala daerahnya harus berteriak-teriak ke pemerintah pusat.

Tapi kalau ditemukan ada kepala daerah sampai berteriak  itu tetap tidak akan merubah situasi, malah balik menunjukkan langit berpikirnya cuma setinggi pohon tomat . Dan seyogyanya dibenak kepala daerah harus ada pikiran-pikiran solutif  untuk melonggarkan neraca penerimaan daerah dengan siasat-siasat jitu seperti :
  1. Mengkoreksi ulang  program kegiatan kurang penting, kurang mendesak di tingkat SKPD.  
  2. Melakukan pinjaman pada pihak ketiga  dengan batas toleransi DSCR tidak lebih 2,5 persen dari penerimaan daerah.
  3. Lebih aktif, proaktif dan reaktif untuk menjajal kerjasama G to G agar bisa tanggung renteng soal pendanaan.
  4. Lebih serius mengundang dan mempermudah investasi di daerah serta giat memberdayakan UMKM.
  5. Perampingan organisasi perangkat daerah sesuai amanat PP 18 tahun 2016 harus segera dipercepat dan tuntas bulan agustus 2016..
  6. Pengurangan mata anggaran perjalanan dinas dan belanja modal                  
  7. Menerbitkan obligasi pemerintah daerah sebagai sumber penerimaan yang baru
  8. Pendapatan Asli Daerah harus tercapai maksimal kalau perlu melebihi target
  9. Dsb
Dengan menghitung imbas yang muncul dari kebijakan penundaan dana alokasi umum ini, saya cuma menyarankan ada baiknya para kepala daerah yang DAUnya ditunda memohon pertolongan yang lebih banyak kepada yang maha besar agar tidak dituding  tuyul berketiak ular karena menggelapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah. 

Baca juga : 
Cara Cepat Meningkatkan PAD hingga 130 % dengan Bank Perkreditan Rakyat     

Artikel Terkait

Bagikan artikel ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,