3/27/2016

KUMPULAN INOVASI DAERAH FISIKAWAN THOMAS ALVA EDISON

alva edison 
Pada suatu suatu kesempatan saat peresmian salah satu kantor kecamatan di bilangan Kecamatan Dumoga Raya beberapa minggu lalu sebagaimana di lansir media radar Bolmong (3/3), Bupati Bolaang Mongondow menginstruksikan agar aparat kecamatan harus memiliki inovasi daerah dalam wujud beberapa program unggulan. 

Seolah tak mau ketinggalan, Bupati Bolaang Mongondow Timur  yang dikenal cukup piawai berpidato dengan jargon sang motivator di pemilukada lalu, pun di berbagai pertemuan dengan SKPD  mengucap hal senada  bahwa inovasi daerah bagi para pejabat pemerintah, hukumnya adalah wajib.

Bagaimana dengan Bupati Bolaang Mongondow Selatan ? Tampaknya signal  untuk mendorong laku pejabatnya berinovasi belum terlalu kuat, Pasalnya bupati, pasca dilantik untuk periode kedua kepemimpinannya masih sibuk melakukan bersih-bersih kebinet  yang pekan ini sudah memasuki pembersihan ronde keempat. 

Rupanya ini dijadikan senjata pamungkas mengatasi praktek banal SKPD yang sering dikeluhkan bupati selama ini. Untuk Pemerintah Kab.Bolaang Mongondow Utara sendiri gaungnya hampir tidak terdengar hingga saat ini, asik dengan kesendiriannya di ujung utara disana.

Lantas  untuk Pemerintah  Kotamobagu sendiri  bagaimana ? mengingat barometer pemerintahan di Bolaang Mongondow Raya terpusat di wilayah ini.

Sepengetahuan saya  sejak di lantik menjadi Walikota September 2013 lalu, agenda inovasi daerah menjadi menu utama  dari program kerja Ir Tatong Bara. 

Bukti-bukti fisik akan hal itu pun mudah di temukan, walau secara jujur pun saya harus katakan takarannya belum bisa mematik reaksi tunggi (baca bibir) publik sampai  ke tingkat mengegerkan yang diperbincangkan seantero Kotamobagu.

Bergumul dengan perkara  inovasi, patut  diakui akan membuat kepala pening bak  ayam jago yang keteteran dihajar lawannya. Sekalipun pening  tentu tidak ada pilihan lain  hal itu harus dilakukan.  
 
Inovasi Daerah ala Thomas Alva Edison
 
Terus, mengapa inovasi daerah begitu penting dan segera untuk di lakukan oleh pemerintah daerah pasca dibukanya lintas batas Masyarakat Economic Asean 1 Januari 2016 ?. 

Inilah isu yang perlu di beri tanda awas, nyaris terlupakan, tenggelam dan kalah pamor dengan isu aksi aksi tim maleo dan kura-kura ninja. 

Mungkin nalar kita dititik dipersimpangan antara percaya dan tidak percaya, benarkah isu inovasi sudah begitu penting dilakukan? Setara dengan  soal  membongkar menara salah satu provider di bilangan bukit ilongkow karena aksi  selfie menjulurkan lidah dedew dedew  di ketinggian 70 meter.

Lupakan soal dedew itu, bagi  citizen yang mempunyai jam terbang pergaulan yang luas  hingga ke level karlota (cerewet) kita sering mendengar istilah  inovasi daerah seringkali digunakan secara bergantian dengan kreatif,  namun prinsipnya kedua istilah itu ujug-ujugnya melahirkan hal-hal baru.  

Pun banyak pengusaha sukses menasihatkan, katanya harus kontroversi, sedikit gila, unik, nyeleneh dan beda cara berpikirnya jika ingin berpikir kreatif dan inovatif.

Thomas Alva Edison adalah salah satunya, ilmuan yang di beri stempel idiot dan gila pada awalnya karena selalu asyik masyuk dengan hal aneh namun akhirnya sukses dengan inovasi lampu pijarnya. 

Nah disitu susahnya seorang kepala daerah mendeteksi pejabat  yang punya inovasi daerah, punya cara pandang kreatif dan inovatif setara Thomas Alva Edison, paling tidak selevel Bob Sadino seorang pengusaha sukses .asal Bogor yang terkenal dengan aksi celana pendeknya kemana-mana, susah di temukan kepala daerah.   

Terkait kreatif dan inovatif  itu, di era mutakhir ini perkembangan perekonomian global telah berdampak serius terhadap pembangunan ekonomi masyarakat Indonesia.

Trend pembangunan saat ini sudah banyak menggunakan pengetahuan dan inovasi atau lebih populer dengan sebutan pembangunan berbasis “pengetahuan ekonomi‟.

Tak disyak model pembangunan seperti ini  menempatkan daya saing sebagai target utamanya. Maka dari itu tidak perlu heran mengapa inovasi ditempatkan menjadi bab yang berdiri sendiri di  Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Penjabaran lebih lanjut dari undang-undang 23 tersebut  salah satunya  dengan mempermak isi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di mana dalam rancangan peraturan yang di buat mengisyaratkan pembentukan  Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD) di lingkungan pemerintah daerah sebagai pusat komando ilmu pengetahuan.

Mempertebal keyakinan akan itu, ihwal pembentukan BPPD jauh sebelum lahirnya UU 23 Tahun 2014, sebetulnya telah diikhtiarkan lewat Peraturan bersama Menristekdikti dan Mendagri Nomor 03 dan 36 Tahun 2012 tentang Sistem Inovasi Daerah. 

Pesan ini dapat ditemukan dalam pasal 16 ayat 1 dan 2 Peraturan tersebut. Bahwa Pemerintah Daerah wajib membentuk BPPD serta ayat duanya menyatakan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah bertindak selaku koordinator penguatan Sistem Inovasi Daerah.

Beruntunglah keleluasaan bagi pemerintah daerah pun untuk melakukan inovasi daerah telah di berikan, diperkuat serta  di garansi 100 persen tidak dapat dipidana jika dalam prakteknya terpaksa   diakhiri dengan tragedy tidak mengenakan alias  merugikan keuangan daerah (pasal 389 UU 23 tahun 2014). 

Hal senada dapat di telusuri pada penjelasan Bab VI Pasal 22-32 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Poin penting yang mau saya utarakan disini bahwa garis demarkasi kebijakan pemerintah pusat adalah agar inovasi di daerah bisa tancap gas dengan gas poll  sehingga mendongrak laju indeks daya saing daerah. 

Ancaman Inovasi Daerah

Satu hal menggelitik bagi saya, bagaimana jika suatu saat nanti pemerintah mempermak isi Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (pasti terjadi) beserta turunannya ke bawah sebagai  bentuk penyesuaian akan Undang-undang 23 tahun 2014, dimana  salah satu klausul pasal revisi tersebut  menambahkan  variabel indeks daya saing daerah dalam formula   penentuan Dana Alokasi Umum ? 

Seandainya ini betul terjadi maka pemerintah daerah yang punya indeks daya saingnya jeblok akan sempoyongan dan mati kutu,  pundi-pundi perolehan DAU nya  tergerus, menguap tajam bak lem eha bon.

Pada posisi inilah alasan inovasi daerah menjadi begitu penting dan segera dilakukan   pemerintah daerah di wilayah Bolaang Mongondow Raya.

Apalagi jika menyimak pada hasil penelitian yang dipublish Lee Kuan Yew School of Public Policy –Universitas Nasional Singapura atas daya saing 33 provinsi di seluruh Indonesia. Citra indeks daya saing Propinsi Sulawesi Utara sangat buruk,   masih menghuni  zona papan tengah (20) dengan skor minus 0,2518 atau 1 tingkat di bawah propinsi Papua Barat minus 0,2511. 

Daya saing daerah tertinggi di rebut DKI Jakarta (3.2084), peringkat duanya Jawa Timur (0.9111) dan ketiga Jawa Barat (0.9083).Hasil ini memperkuat stigma propinsi Sulawesi Utara berada dalam keadaan  sakit yang akut, harus segera dilakukan upaya pemulihan yang cepat dan tepat.

Pertanyaan kritisnya  bagaimana gubernur-bupati-walikota memulihkan daya saing daerahnya ?. Bank Indonesia dan Universitas Padjajaran dalam penelitiannya, bersepakat menetapkan delapan faktor pembentuk daya saing daerah meliputi :
  1. Perekonomian daerah
  2. Keterbukaan
  3. Sistem Keuangan
  4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
  5. Ilmu pengetahuan dan teknologi
  6. Sumber Daya Manusia
  7. Institusi, tata pemerintahan dan kebijakan pemerintah
  8. Manajemen ekonomi mikro.
Pembaca, mari kita sudahi omong kosong  soal inovasi yang selama ini berjalan    tanpa arah yang jelas dengan menggeser kiblat kebijakan ke lingkaran 8 faktor ini.  

Artikel lain
Menguji Hasil Kerja Walikota

Pada momen  inilah seorang staf ahli seharusnya tampil memukau, “tunjung jago”, “makang puji sedikit”  ke kepala daerah lewat kajian-kajian yang cermerlang agar tidak berbuntut ricuh kepala benjol di ketuk mic oleh kepala daerah karena kesal. 

Namun sangat disayangkan sekaligus disesali asupan pengetahuan staf ahli belum terlalu banyak membantu kepala daerah agar tidak “ilang jalang”  dalam pengambilan kebijakan.  

Sebagai catatan perhatian, saya pikir sejatinya perlu seleksi super ketat untuk pengisian jabatan eselon dua plus ini.

Terlepas dari seleksi tersebut,  guna  melekatkan praktek inovasi pada program pemerintah daerah, semua bermula pada dokumen road map penguatan inovasi daerah. 

Pendek kata dokumen road map inovasi daerah serta dokumen RPJMD dan RKPD harus menyatu,tidak boleh saling mengamputasi satu dan lainnya. 

Tahap berikutnya membuat  surat keputusan kepala daerah wujud inovasi itu sendiri sebagai bahan untuk dilaporkan ke Menteri Dalam Negeri. 

Untuk itu layak dipertanyakan apakah dokumen RPJMD dan RKPD yang digunakan saat ini sudah memasukan dimensi inovasi ?

Kumpulan Gagasan Inovasi Daerah

Contoh sederhana gagasan beraroma  kreatif dan inovatif untuk menjadi pejabat “gila”, semisal pembuatan stereotipe mobil bisa terbang, pengembangan produk obat tetes pengganti kacamata minus, pengembangan kipas angin penyedot nyamuk, Pembuatan topi anti pikun, penghapusan pajak dan retribusi daerah, pembangunan reaktor pembangkit listrik berbasis limbah sampah, pengembangan air sebagai sumber daya energy pengganti BBM, pengembangan benih padi varietas local yang tahan serangan kepinding tanah, bank benih, pembuatan kertas berbasis limbah pisang dan nenas, Pembuatan cat dari minyak kemiri, rekayasa mobil listrik, Model pembayaran PAD berbasis digital, Uji coba skenario penetapan pagu indikatif SKPD, pengembangan model tata kelolah produk pasar berbasis informasi, pengembangan kampung budaya, Peningkatan disiplin ASN berbasis program kegiatan, Simulasi pemberdayaan UMKM berbasis aplikasi.

Baca juga 
Kiat menyusun RPJMD bermutu dan pro rakyat

Tidak itu saja, perpustakaan kampung dan taman cerdas, pembentukan komunitas peduli sampah, diklat aparat desa melalui mobile training, penyelenggaraan diklat satu pintu, pengembangan sistem kesehatan daerah, model pembayaran asuransi kesehatan premi sampah, kartu insentif anak, system informasi keuangan sekolah, festival pangan organic, festival sampah, festival anggaran, peningkatan fungsi jalan sebagai alternatif  wisata  dsb.

Jadi tak perlu khawatir, cemas, galau  dan merasa susah menjadi pejabat pemerintah daerah yang kreatif dan inovatif, bersedia di cap  pejabat “gila” saja sudah modal awal yang cukup memadai.  

Rajin-rajinlah blusukan  mencermati akar masalah dari setiap peristiwa yang terjadi, perbanyak membaca peraturan dan jurnal-jurnal penelitian di tambah berdiskusi dengan orang-orang kreatif, inovatif maka ide-ide cerdas segera mengisi ruang-ruang data base dalam pikiran setiap pejabat.

Seorang Kepala daerah sebenarnya dapat mendeteksi jejak pejabat “gila” yang kreatif dan inovatif di kabinetnya.

Caranya  dengan meminta 1 usulan program kepada para SKPD dengan kriteria program bersifat baru (bukan program lanjutan), unik, manfaatnya ke masyarakat cukup besar dsb. Jika dianggap cukup memadai usulan inovasi tersebut, ikuti semua tahapan yang di atur dalam peraturan bersama Nomor 03 dan 36 tahun 2012 tentang SiDa.

Akhirnya,  perubahan itu tidak dapat di hindar i, perubahan memberikan kesempatan untuk inovasi. Ini memberi anda kesempatan untuk menunjukkan kreativitas anda, kata Felice Jones filsuf Romawi.