Berkutat dalam silang sengketa ganti rugi tanah ternyata cukup menguras energi yang besar apalagi jika yang kita yang hadapi adalah sekelompok mafia terorganisir dengan kekuatan legitimisasi hukum baik di tingkat pemerintah maupun corporasi.
Ini akan melalui lika liku pertarungan yang panjang, melelahkan dengan mengorbankan banyak hal. Entah sudah berapa banyak obat sakit kepala saya habiskan akibat sakit kepala yang tak kunjung reda memikirkan solusi cepat, tepat menyelesaikan masalah karut marut persoalan ganti rugi tanah.
Baca juga
Sebenarnya persoalan ini tidaklah benar-benar rumit yang sulit diuraikan karena segepok peraturan perundang-undangan sangat jelas mengatur persoalan ganti rugi akan hak tanah masyarakat terutama yang berada di kawasan hutan.Lihat saja dalam :
- Pasal 68 Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
- Pasal 11 Permendagri 15 tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
- Pasal 24 Permenhut No 44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan
Kesemuanya perundang-undangan tersebut secara tegas mengakui akan adanya hak atas tanah oleh masyarakat sekalipun itu berada pada kawasan hutan negara yang wajib di kompensasi dalam bentuk pemberian ganti rugi.
Persoalan karut marut ganti rugi yang bertele-tele dan panjang disebabkan hadirnya produk hukum turunan sebagai tindak lanjut turunan produk hukum setingkat yang lebih di atas.
Contoh kasus bahwa perusahaan A telah mengantongi ijin pinjam pakai suatu kawasan hutan yang salah satu klausulnya mengatur tentang pemberian ganti rugi tanah masyarakat.
Untuk menghindari terjadinya pemberian ganti rugi tanah yang tinggi maka oleh perusahaan akan berusaha untuk mendapatkan surat keputusan Bupati/Walikota/Gubernur untuk standarisasi harga tanah/tanaman.
Kalaupun surat keputusan yang di mohon tidak ada klausul yang mengatur maka akan di tempuh melalui penerbitan surat dari instansi teknis yang membidangi akan masalah kehutanan untuk kemudian surat itu akan di lampirkan pada surat keputusan bupati/walikota yang telah terbit sebelumnya.
Artinya dalam hal ini terjadi suatu rekayasa dan manipulasi dokumen yang di pergunakan untuk proses ganti rugi tanah masyarakat sehingga seolah-olah proses ganti rugi tanah masyrakat untuk kepentingan perusahaan telah di atur dalam surat keputusan.
Penyelesaian masalah seperti ini dapat di tempuh melalui :
1. Jalur pengadilan Tata Usaha Negara
2. Jalur pada Kementrian kehutanan
Untuk Penyelesaian pada point kedua pada garis besarnya bertujuan untuk menyamakan kedudukan hukum masyakat dengan pihak perusahaan karena ijin yang di kantongi berasal dari sumber yang sama sehingga akan diterbitkan surat keputusan bupati/walikota yang baru sebagai tindak lanjut surat dari kementrian kehutanan. Pada akhirnya persoalan ganti rugi tanah hak masyarakat dapat terselesaikan.
Baca juga Cara menyelesaikan sengketa tanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,