-->

Sabtu, Mei 14, 2016

MENANTI KEJUTAN WALIKOTA

kejutan walikota
Masih terasa hangat dan belum lepas dari ingatan kita, saat euforia pemekaran Kota Kotamobagu dan Kab. Bolaang Mongondow Utara terjadi   di antara tahun 2004 - 2005. Saat itu saya bertugas di Dinas Pendapatan Daerah yang dicekoki  tugas untuk melakukan kajian potensi ekonomi daerah yang rencana mau dimekarkan. 

Ringkas kata, lewat perjuangan panjang yang cukup melelahkan dari semua pemangku kepentingan, untung tak dapat di tolak akhirnya Kota Kotamobagu di tetapkan sebagai Daerah Otonomi Baru melalui Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 2007.     

Seiring waktu berlalu, tanpa terasa hingar bingar sejarah proses pemekaran itu hampir 1 dasa warsa sudah dilewati, tepatnya pada tanggal 23 Mei 2016   Kota Kotamobagu akan merayakan ulang tahunnya yang ke 9.  

Bicara sejarah pemekaran Kotamobagu tak dapat disangkal  tidak bisa dilepaskan dari Kab.Bolaang Mongondow sebagai induknya. Masa itu, pemekaran tak seindah romantika film bollywood yang kita tonton, penuh pagelaran nyanyian dan tarian suka cita.  

Pasalnya,  drama  maling kundang itu terjadi dimana orang tua yang melahirkan sang anak  dipaksa harus angkat kaki  dari wilayah yang dikuasainya. Memang sangat ironi dan memiriskan.
 
Lepas dari kisah aksi maling kundang itu, kini di usia   Kota Kotamobagu yang ke 9, tentu sudah banyak yang terjadi dan dilakukan oleh pemerintah terpilih masa lalu dan masa kini. 

Koreksi Kebijakan

Pada moment HUT kali ini  alangkah baiknya dijadikan sebagai  moment koreksi diri  hitam putih  pembangunan Kotamobagu.  Ini bermula pada sebuah pertanyaan pendek, apa saja yang telah di capai dan dilakukan oleh pemerintah 9 tahun ini ?. Untuk menjawabnya,   duduk perkara ini harus diperlakukan apa adanya.   

Sepintas memang cukup banyak perubahan yang terjadi di wilayah Kotamobagu, namun jawaban sederhana itu saya yakin tidak cukup memuaskan sehingga agar mampu  di cerna akal sehat dan mengandung sebuah kebenaran maka perubahan itu akan di gali mendalam menggunakan kaca mata  8 faktor pembentuk daya saing daerah seperti 

  1. Perekonomian daerah
  2. Keterbukaan
  3. Sistem Keuangan
  4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
  5. Ilmu pengetahuan dan teknologi
  6. Sumber Daya Manusia
  7. Institusi, tata pemerintahan dan kebijakan pemerintah
  8. Manajemen ekonomi mikro.
Tidak berpanjang lebar kita langsung saja menuju TKP pertama growth economic, bahwa sejak resmi menyandang predikat daerah otonomi baru di tahun 2007 silam, perekonomian daerah Kotamobagu mengalami gejolak pasang surut. 

Data yang di rilis Badan Pusat statistik Kotamobagu memperlihatkan,  semisal di tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Kotamobagu mencapai titik tertinggi 7,83%, kemudian turun ke 7,61% di tahun 2008, selanjutnya  tahun 2009 mengalami trend positif  7,88% sampai kemudian di tahun 2014 turun lagi di  angka 7.78 %.

Angka-angka ini walau mengalami naik turun namun sengaja masih dikatakan cukup hebat karena  bisa melampaui pertumbuhan ekonomi propinsi. Namun apakah ini terjadi karena pengaruh faktor kebijakan pemerintah daerah Kota Kotamobagu, itu soal lain yang perlu pembuktian lebih lanjut. 


Jika menggunakan takaran perbandingan pengeluaran   pemerintah terhadap PDRB semisal periode 2008 – 2012, secara berurutan menunjukkan trend  tidak cukup bagus, 8.19 % (2008), 16,13 % (2009), 3.2 % (2010) dan 28,8% (2011).  

Artinya walau derajat pengeluaran pemerintah daerah setiap tahunnya selalu meningkat  (10 -11 %) namun terindikasi sangat kuat, tidak beririsan dan searah dengan  kenaikan pertumbuhan ekonomi daerah. 
 
Point penting yang saya mau  utarakan disini, bahwa persentase pengeluaran pemerintah masih jauh lebih tinggi dari persentase pertumbuhan ekonomi daerah yang terjadi (inelastisitas). 

Dalam cara pandang hukum wagner koefisien elastisitas pengeluaran dianggap bagus jika bernilai positif atau lebih dari 1. Tidak boleh elastisitas itu menghasilkan angka nol, apalagi negatif, karena  tafsirnya bisa bermacam-macam dan mengandung bahaya tsunami pidana. 

Paling ringan  ketimpangan distribusi kesejahteraan dan paling berat APBD Kota Kotamobagu bocor atau disinyalir ada perampokan uang rakyat terselubung.
 
Jika boleh di konklusi, pengeluaran Pemerintah Kota Kotamobagu yang dianggarkan dari waktu ke waktu  masih belum tepat sasaran. Rinciannya komponen belanja barang dan jasa maupun belanja modal yang dianggarkan  tidak banyak menggunakan  produk lokal. 

Selebihnya, program kegiatan pun yang disusun umumnya menggunakan pola padat modal dan bukan padat karya yang berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga uang rakyat Kotamobagu itu setiap tahunnya selalu berpindah dan masuk ke kantong  daerah lain.
 
Menjadi kejutan,  bahwa  di masa walikota sekarang ini Ir Tatong Bara pencapaian visi kota model jasa sudah direncanakan secara matang dan    sistematis, diikatkan dan diturunkan melalui target-target kerja tahunan. 

Sebagai contoh, tahun 2016 ini mengangkat jargon pembangunan inftrastruktur dan utilitas, dan 2017 nanti adalah tahun investasi. Untuk itu agar terhindar dari  gelagat harap-harap cemas visi kota model jasa  di capai atau tidak maka sebaiknya walikota cukup konsisten dengan semua rencana kerjanya. 

Menjadi kejutan kedua jika  sumbang saran masyarakat yang mengular  bisa tumbuh bersama dan saling menguatkan dalam ruang kebijakan  walikota  kendati itu  membuat telinga panas.        

Menanjak pada sisi keterbukaan, jujur   saya wajib katakan masih dijalankan  setengah hati. Tampaknya selama 9 tahun ini Pemerintah Kotamobagu tidak cukup punya nyali   lebih untuk membeberkan rincian dokumen pelaksanaan anggaran ke publik. 


Yang disuguhkan ke mata publik cuma berkutat angka-angka gelondongan lengkap dengan nomenklatur nama program/kegiatannya. Di gunakan untuk belanja apa saja, jangan pernah bermimpi dapat diketahui persis.    

Pindah pada faktor system keuangan, perkembangan 9 tahun terakhir memperlihatkan hal menggembirakan. Khususnya pengelolaan keuangan daerah sudah dilaksanakan secara memadai serta taat mengikuti ketentuan  produk perundangan yang berlaku. 


Apalagi pengelolaan keuangan tersebut sudah dibantu dengan berbagai macam aplikasi komputer, sebut saja SIMDA, E-Budgeting, E-Planning, E-Monev, E-Database, KasDa online dan paling anyar E-Sicaca dan E-Bonk. 

Kendati sudah berbasis digital pengelolaan keuangan,  dikecualikan adalah penentuan pagu indikatif SKPD masih saja manual dan   berkesan bagi-bagi uang. 

Rumusan formula yang tepat, kenapa suatu SKPD mendapat kucuran anggaran bernilai tertentu belum ditemukan akhirnya cuma mengulang-ulang  negosiasi tidak sehat yang mengubur dalam-dalam capaian kinerja masa lalu .        
 
Soal infrastruktur dan sumber daya alam terpantau digenjot habis-habisan  meski  itu berkesan tambal sulam. Menariknya, kondisi infrastruktur jalan yang di bangun sangat mengecewakan,  belum genap setahun di hotmix, permukaan jalannya sudah  berombak dan terkelupas serta bertaburan lubang-lubang.

Kalau kualitasnya di ragukan, itu sudah pasti, karena dikerjakan  cak beres dan asal-asalan serta  kentara lebih bermotif cari untung besar. 

Seyogyanya infrastruktur jalan yang dipersiapkan adalah jenis Kw1 dan bukannya Kw2, Kw3 karena mengingat  kebutuhan mobilitas yang tinggi dari  pelaku-pelaku usaha.
 
Hampir sama juga yang terjadi pada pemanfaatan sumber daya alam, misalnya di bidang pertanian, 3 tahun belakangan sudah mencuri  Perhatian Pemerintah Kota Kotamobagu namun tidak serius-serius amat. 

Pemerintah daerah melalui Dinas Perdagangannya tidak fokus memberi akses jalan keluar ke aras nasional/internasional untuk pemasaran produk gula aren dan kopi organik. 

Seminggu lalu, iseng-iseng saya jalan-jalan ke Kementerian Perdagangan RI, terbersit ide untuk cari tahu  di Dirjend fasilitas ekspor impor siapa dan alamat eksportir dan importir yang bidang usahanya di sekitar produk perkebunan (gula aren, kopi, minyak nilam).
 
Tak ayal, kaget luar biasa ketika disodori daftar nama eksportir/importir  yang begitu panjang, penelusuran saya lanjutkan dengan memilih bertemu langsung dengan eksportir  minyak nilam Togas Manurung di rumah pribadinya di bilangan Tanjung Priuk. 

Untuk kedua kalinya saya harus kaget, karena disodori permintaan minyak nilam asal Jerman sebesar 16 Ton/tahun. 

Pengalaman ini membuktikan, jika Kepala Dinas  Perdagangan Kotamobagu sedikit saja kreatif, dan berinisiatif  melakukan penjajagan kerjasama pemasaran dengan pihak eksportir,   maka seyogyanya gula aren, kopi organic, kacang goyang Kotamobagu bisa menerobos  pasar manca negara. 

Namun itu tidak terjadi,  beban jabatan kepala dinas cuma dipakai untuk  mengurus perkara jual beli tome-tome, lalampa dan palo-palo cendol.          
 
Menanjak pada ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk urusan  ini   tak perlu di ragukan dan patut di acungkan  4 jempol, sip dan oke.  Pemerintah Kotamobagu 9 tahun belakangan ini cukup mantap  menjaga keberlangsungan pendidikan lewat program pemberian bea siswa. 

Tercatat, indeks pembangunan manusia Kotamobagu menempati rangking 1 dari semua daerah se Bolaang Mongondow Raya. 

Perlu diingat, sebagai sebuah urusan wajib pemerintah daerah di Indonesia, pendidikan dan kesehatan tidak bisa disombongkan sebagai program unggulan pemerintah daerah,  itu adalah logika bengkok yang tidak bisa dilembagakan dan harus di luruskan segera.  

Diluar itu, sayangnya basis pengetahuan, kajian-kajian kelitbangan belum diselipkan dan dijadikan penuntun untuk merumuskan berbagai kebijakan. Muaranya,  sudah pasti cuma akan membangkitkan tafsir publik bahwa kebijakan itu (kalau ada) subyektif dan tendensius. 
 
Bagaimana dengan penggunaan teknologi ? 

Tidak perlu dikhawatirkan,  selama 9 tahun ini sudah  di terapkan di lingkup pemerintah Kota kotamobagu, apalagi itu  telah dikukuhkan juga walikota lewat program  smart city. 

Agung Adaty, ST, M.Si  sebagai mentor  Dinas Perhubungan cukup tanggap dan percaya diri mengurai program itu   dan memilih meluncurkan kegiatan pemasangan 10 titik hostpot wifi di seantero Kotamobagu. 

Dituturkannya   saat saya bertatap muka langsung, hostpot wifi  akan terus di tambah jumlahnya sampai menjadi 30 titik. Cuma pemasangan perangkat teknologi lainnya semisal CCTV belum ada kabar yang berkesiuran kapan akan dikerjakan.  
 
Ada hal yang mencolok jika fokus pembicaran teknologi dibenturkan  ke perkara sumber daya manusia  aparatur, bahwa  30 persen pejabat  di lingkup Pemerintah Kotamobagu disinyalir berpredikat Gaptek. 

Di titik ini kompetensi Adnan Massinae, S.Sos, M .Si selaku Kepala BKDD di uji seperti telah saya muat di posting sebelumnya berjudul "cara cepat menegakkan displin pns nakal", apa yang perlu dilakukan untuk menjawab masalah ini. 

Tak mau basa-basi  perhelatan kursus singkat untuk mengasah keterampilan dua jari pejabat pun di gelar. Ini pertanda good will untuk niat baku bekeng bae  dan berarti kompetensi PNS Kota Kotamobagu tak bisa dinafikan telah naik satu derajat di banding PNS daerah lainnya.
 
Pun menyangkut institusi  dan kebijakan masih datar-datar saja. Kelembagaan yang ada saat ini masih menggunakan produk hasil pemekaran yang di susun kala itu oleh Adnan Massinae, S.Sos, M.Si. 

Yang bertambah cuma UPTD Air Minum untuk kurun waktu 9 tahun ini. Namun belakangan berkembang isu bahwa akan ada tambah kurang kelembagaan Pemerintah Kota Kotamobagu mengikuti hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
 
Untuk urusan tata pemerintahan belakangan ini semenjak dinahkodai oleh Tahlis Galang S.IP, MM sebagai Sekretaris Kotamobagu mengalami perubahan drastis. 

Tak sungkan  dikatakan birokrasi pemerintahan mengalami reinkarnasi yang memuliakan integritas sebagai pelayan masyarakat, walau di balik itu   ternyata membuat segelintir kepala SKPD keteteran dan kehabisan napas mengikuti gaya kerja sang jenderal PNS. 
 
Sebagai penghujung, titik tekan pembentuk daya saing daerah seperti disampaikan di awal terkait juga manajemen ekonomi mikro. 

Sejauh yang diketahui kelompok-kelompok usaha mikro yang ada belum dikuatkan  dengan program-program pelatihan manajemen modern. 

Bagaimana menyusun perencanaan usaha yang baik, apa yang perlu dipersiapkan pelaku usaha, bagaimana mengeksekusi usaha yang di rencanakan tersebut dan mengawalnya sampai ke tingkat pemasaran serta bentuk pengawasan dan evaluasi yang perlu dilakukan di lingkup usahanya, belum di lakukan. 

Pelatihan usaha mikro lebih  berpusat pada praktek pengemasan produk  gula semut saja. Idealnya pelaku-pelaku usaha mikro perlu juga diasah kemampuan manajerialnya agar usaha yang dibangunnya tidak gulung tikar di tengah jalan. 
 
Kesimpulan

Akhirnya, dengan menyimak fakta-fakta kebenaran yang bermunculan maka  profil pembangunan Kotamobagu hingga kini di usianya yang ke  9,  sah dan meyakinkan untuk dikatakan belum sempurna. 

Namun itu bukan berarti daya saing daerah Kotamobagu tidak bisa diperbaiki, masih ada cukup celah  menjanjikan untuk memperbaikinya. 

Syaratnya sederhana, Walikota perlu tampil memukau sebagai manusia setengah dewa, menyihir publik dengan kejutan-kejutan yang tak masuk akal namun  mampu memperbaiki sengkarut  masalah–masalah ada. 

Publik akan selalu menanti kejutan itu sampai ambang batas jabatan di tahun 2018 nanti. Selamat Ulang Tahun Kotamobagu yang ke 9, semoga makin di depan.

Baca juga apa yang telah walikota lakukan dua tahun terakhir di posting saya sebelumnya menguji hasil kerja walikota
 
Baca juga
Bagikan artikel ini