Sudah menjadi banyak diketahui bahwa tanah merupakan salah satu media tempat berkembang biaknya segala macam dan jenis habitat mahluk hidup yang memiliki sistem unsur biotik serta abiotik begitu penting bagi agroekosistem.
Segala jenis habitat dimaksud di dalam tanah, semisal jamur, bakteri, protozoa, atau hewan lainnya seperti cacing.
Segala macam dan jenis organisme hidup inilah yang dibilang dan diistilahkan dengan label keanekaragaman hayati tanah. Mereka itu sangat sekali membantu buat menjaga serta meningkatkan produktivitas agroekosistem.
Media tanah diketahui memiliki sumber daya terbatas sehingga itu perlu perhatian dan perawatan serius, karena hal itu akan berdampak bagi kehidupan di planet bumi kita tinggal.
Mengingat hal tersebut maka keanekaragaman hayati tanah kerap dijadikan tema pembahasan di kalangan para ahli dan pemerhati masalah lingkungan.
Keanekaragaman hayati yang tinggi dalam tanah dianggap akan mampu mempertahankan agrosistem lingkungan sekitar sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal dan memiliki daya dukung buat kelestarian lingkungan.
Dunia pertanian mahfum diketahui umum sebagai salah satu kegiatan tertua dalam sejarah peradaban manusia hingga masa kini. Jadi tak begitu mengherankan beberapa dekade terakhir berbagai inovasi guna meningkatkan akselerasi produktivitas begitu berkembang pesat.
Di percayai bahwa pertanian berkelanjutan lewat menggunakan pupuk organik akan mampu meningkatkan derajat kesehatan tanah sehingga keanekaragaman hayati tanah pun turut bisa berkembang biak.
Keanekaragaman hayati tanah bagi pertanian
Hubungan keanekaragaman hayati tanah dan kegiatan pertanian menjadi semakin terang benderang karena ternyata organisme tanah cukup punya peran penting bagi peningkatan produktivitas tumbuhan.
Oleh sebab itu, konservasi tanah dan keanekaragaman hayati menjadi satu-satunya faktor kunci bagi sektor pertanian yang bisa memberikan pengaruh positif bagi kesejahteraan petani.
Mata pencaharian petani sangat bergantung pada hasil panen tanaman yang ditanamnya, itulah alasannya kenapa banyak ditemukan petani sering menggunakan pupuk dan pestisida sintetis sebagai sebuah upaya meningkatkan penghasilan mereka.
Namun bagi segelintir petani yang memiliki tingkat kesadaran tinggi soal lingkungan, mereka justru khawatir bahaya pupuk dan pestisida sintetis itu terhadap ekosistem dibandingkan cuma memikirkan pendapatan mereka sendiri.
Sebab itu pola pikir petani berwawasan pertanian berkelanjutan sangat berbeda, mereka banyak memakai pola kerja yang ramah dan toleran dengan alam dan memungkinkan ekosistem lingkungan tidak menjadi rusak.
Beberapa pola kerja itu selain menggunakan pupuk dan pestisida organik, juga menggunakan penutup tanah (mulsa) dalam menanam, melakukan rotasi tanaman.
Dari praktik kerja seperti ini, keanekaragaman hayati tanah bisa dilestarikan sehingga turut serta menekan biaya produksi yang dikeluarkan dalam membeli pupuk, herbisida, pestisida.
Peran keanekaragaman hayati tanah dalam produksi pangan
Pentingnya keanekaragaman hayati tanah bagi kegiatan pertanian tidak cuma saja mendapat manfaat dari sisi ekonominya seperti tadi di bahas. Tapi lebih jauh lagi keanekaragaman hayati tanah juga secara tidak langsung menjadi ukuran kualitas pangan yang dipanen.
Oleh karena itu, kita dapat pahami bahwa pertanian, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan sebagai unsur-unsur dalam jaringan yang saling terkait secara langsung dengan kesehatan tanah.
Faktanya, praktik pengelolaan tanah secara konvensional yang masih mengandalkan sarana produksi sintetis telah menyebabkan kerusakan tanah dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Dikutip dari kompas.com, seorang guru besar dari institut pertanian bogor Iswandi Anas Chaniago mengungkap fakta bahwa 72 persen tanah pertanian di indonesia sudah rusak akibat penggunaan pupuk kimia yang tinggi.
Hasil penelitian Dr. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc. dkk, menunjukkan serupa, pada kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, ditemukan fakta bahwa tanah pertanian yang lebih 5 tahun menggunakan pupuk kimia terus menerus menyebabkan kandungan bahan organiknya menurun dari 7.08% ke 6.88 %, pun begitu juga pH tanah turun dari 5.97 ke 4.50. Akibatnya, populasi cacing tanah yang hidup dari 1-10 ekor/meter menjadi 0 ekor/meter.
Jadi, bila dibiarkan terus menerus produktivitas pertanian yang menurun akan menimbulkan masalah kerawanan pangan.
Dalam jangka panjang juga, praktek kerja menggunakan sarana produksi sintetis menghasilkan juga kualitas pangan yang buruk.
Patut diketahui, organisme hidup yang ada di tanah, mereka bekerja buat meningkatkan kadar unsur hara makro mikro yang akan diserap oleh tanaman sehingga bisa tumbuh lebih subur dengan kandungan gizi yang sehat dan bebas unsur kimia.
Baca juga
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,