Semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara maka seiring itu pula telah terjadi perubahan yang mencolok
dalam manajemen kepegawaian di republik
ini.
Perubahan dimaksud, salah satunya beririsan dengan batas usia pensiun bagi eselon II yang semula 58 tahun menjadi 60 tahun dan eselon III semula 56 menjadi 58 tahun
Kabar baiknya, ini membawa efek “baper” (bawa perasaan) sehingga disambut dengan senyum sumringah karena dianggap
kado istimewa ASN di penghujung tahun
2013 oleh mereka yang sudah memasuki batas usia pensiun.
Menariknya dibalik perubahan itu, puncaknya telah melahirkan perilaku berburu jabatan beberapa oknum ASN di lingkaran jabatan pimpinan tinggi
(eselon II) dengan maksud memperpanjang masa jabatan.
Kabar buruknya perilaku itu rupanya mematik suudzon sewenang-wenang,
bahwa pejabat itu di cap sangat serakah,
seolah-olah dunia ini akan ia peluk selama-lamanya. >
Sebetulnya bagi saya tidak masalah kalau berburu jabatan itu terjadi,
toh sejauh ini perilaku demikian belum dianggap biadab dan durjana. Terpenting lagi
tidak dilarang di peraturan manapun asalkan mengikuti mekanisme yang berlaku
yaitu prosesi lelang jabatan (seleksi terbuka).
Masalahnya, bagaimana kalau ASN yang bermanuver tersebut sudah mencapai batas usia pensiun
(60 tahun), apakah mungkin di perpanjang lagi masa jabatannya serta apa resikonya ?
Baca juga
Menakar Sanksi ASN Mantan Ter pidana
Ini titik fokus menarik yang coba saya akan bahas, sebab tidak banyak yang mengetahui kira-kira naas apa yang sedang menanti di penghujung jalan saat mereka sudah benar-benar pensiun.
Menakar Sanksi ASN Mantan Ter pidana
Ini titik fokus menarik yang coba saya akan bahas, sebab tidak banyak yang mengetahui kira-kira naas apa yang sedang menanti di penghujung jalan saat mereka sudah benar-benar pensiun.
Memperpanjang batas usia pensiun
Fenomena bergerilya di bawah
permukaan tanah oleh sejumlah oknum ASN yang sudah masuk batas usia pensiun dengan
maksud memperpanjang masa jabatan eselon II yang dipikulnya, patut
diakui sudah bukan hal baru lagi karena kerap menggenangi wajah pemerintahan manapun.
Untuk memuluskan upaya gerilya itu, pilihannya rajin setor muka di setiap acara-acara seremonial pimpinan daerah
terpilih, pun dicampur sedikit dengan bantuan ilmu terawang orang pintar dan susuk pembuka
aura.
Pembaca, apakah upaya yang dilakukan itu sudah cukup menjadi
garansi bahwa batas usia pensiunnya bisa di perpanjang? tunggu dulu, jika
mata mereka cukup awas membaca 141 pasal Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara maka akan di temukan jawabannya pada pasal 87 ayat (1) huruf c dan Pasal 90, bahwa
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena mencapai Batas Usia
Pensiun, yaitu: 1) 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi; 2)
60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi.
Berdasar perspektif pasal ini maka ruang memperpanjang batas usia pensiun
seyogyanya sudah tidak ada lagi.
Walau untuk itu juga, sejatinya ketentuan secara operasional untuk
mengeksekusi Undang-Undang Nomor 5 tersebut harusnya tertuang dalam peraturan pemerintah. Akan
tetapi kita semua harus mahfum pembuatan peraturan pemerintah itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena
selalu akan ada tarik ulur pemerintah dan DPR.
Sementara itu pada saat yang sama, tak ditabukan sejak
Undang-Undang Nomor 5 diundangkan 15 Januari 2014 silam ketentuan perpanjangan Batas Usia Pensiun itu dituntut
sudah harus diberlakukan.
Nah untuk menjawab persoalan pelik ini, maka langkah-langkah
antisipasi telah dibuat oleh Kementerian PAN-RB. Bahwa sambil menunggu keluarnya
peraturan pemerintah itu maka kementerian
menerbitkan Surat Menteri PAN - RB
Nomor: B/43/M.PAN-RB/01/2014 tertanggal 3 Januari 2014. Isi suratnya menyangkut
tindak lanjut Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara.
Selanjutnya oleh Badan Kepegawaian Negara bersama Direktur Jenderal Perbendaharaan pun
mengeluarkan Surat Edaran SE- 19 /PB/2014 Nomor: 1/SE/2014 tentang
tindak lanjut batas usia pensiun.
Pembaca setia, surat edaran ini boleh diklaim sangat padat berisi
dan paripurna, termasuk penjelasan lebih
rinci tentang boleh tidaknya batas usia itu di perpanjang, sudah dimuat dalam
huruf F point nomor 1. Bahwa terhitung mulai saat berlakunya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 (15 Januari 2014) maka batas usia pensiun Pejabat Pimpinan
Tinggi (Pejabat Pimpinan Tinggi Utama, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, dan
Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, yang sebelumnya dikenal sebagai pejabat
struktural eselon I dan eselon II) adalah 60 (enam puluh) tahun tanpa melalui
mekanisme perpanjangan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Dititik ini, jadi jika pejabat pembina kepegawaian taat pada klausul ini, maka boleh jadi setumpuk
alasan-alasan (masih dibutuhkan tenaganya) untuk membenarkan propaganda pemberian surat keputusan perpanjangan masa
pensiun tidak pernah dengan lantang disuarakan.
Lalu apa masalahnya kalau aturan
itu diterabas juga, maka itu berarti mengangkangi sumpah janjinya seorang pejabat Pembina
kepegawaian seperti disebut dalam
Undang-Undang 23 Tahun 2014 yaitu menjalankan segala undang-undang dan
peraturan dengan selurus-lurusnya (pasal 61 ayat 2). Ini kemudian berkembang
pesat dan menjadi semacam embrio pintu masuk dan surga bagi lembaga legislatif
untuk melakukan impeachment (pasal 78 ayat 2).
Pertanyaan kritisnya, kira-kira apa resiko pada pejabat yang diperpanjang batas usia
pensiunnya ? Sederhana saja jawabannya, tidak akan bergeser dan jauh-jauh dari dikenakannya tuntutan ganti rugi (TGR) atas
sejumlah tunjangan jabatan yang telah ia terima semasa masih memegang jabatan.
Point penting yang saya mau utarakan disini akan sangat sial sekali, masa pensiun
seyogyanya digunakan sebagai masa untuk melepas kepenatan dan berleha-leha tapi faktanya yang bersangkutan masih harus sibuk lagi membereskan masalah ganti rugi.
Semua itu berpulang kembali kepada diri ASN yang bersangkutan, sehingga
perlu direnungkan sejenak apakah terus
memelihara syahwat berburu jabatannya
dengan resiko tuntutan ganti rugi menimpanya, ataukah memilih jalan aman
dengan menikmati masa pensiun penuh damai.
Fenomena bergerilya di bawah
permukaan tanah oleh sejumlah oknum ASN yang sudah masuk batas usia pensiun dengan
maksud memperpanjang masa jabatan eselon II yang dipikulnya, patut
diakui sudah bukan hal baru lagi karena kerap menggenangi wajah pemerintahan manapun.
Untuk memuluskan upaya gerilya itu, pilihannya rajin setor muka di setiap acara-acara seremonial pimpinan daerah
terpilih, pun dicampur sedikit dengan bantuan ilmu terawang orang pintar dan susuk pembuka
aura.
Pembaca, apakah upaya yang dilakukan itu sudah cukup menjadi
garansi bahwa batas usia pensiunnya bisa di perpanjang? tunggu dulu, jika
mata mereka cukup awas membaca 141 pasal Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara maka akan di temukan jawabannya pada pasal 87 ayat (1) huruf c dan Pasal 90, bahwa
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena mencapai Batas Usia
Pensiun, yaitu: 1) 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi; 2)
60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi.
Berdasar perspektif pasal ini maka ruang memperpanjang batas usia pensiun
seyogyanya sudah tidak ada lagi.
Walau untuk itu juga, sejatinya ketentuan secara operasional untuk
mengeksekusi Undang-Undang Nomor 5 tersebut harusnya tertuang dalam peraturan pemerintah.
Akan
tetapi kita semua harus mahfum pembuatan peraturan pemerintah itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena
selalu akan ada tarik ulur pemerintah dan DPR.
Sementara itu pada saat yang sama, tak ditabukan sejak
Undang-Undang Nomor 5 diundangkan 15 Januari 2014 silam ketentuan perpanjangan Batas Usia Pensiun itu dituntut
sudah harus diberlakukan.
Nah untuk menjawab persoalan pelik ini, maka langkah-langkah
antisipasi telah dibuat oleh Kementerian PAN-RB. Bahwa sambil menunggu keluarnya
peraturan pemerintah itu maka kementerian
menerbitkan Surat Menteri PAN - RB
Nomor: B/43/M.PAN-RB/01/2014 tertanggal 3 Januari 2014. Isi suratnya menyangkut
tindak lanjut Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara.
Selanjutnya oleh Badan Kepegawaian Negara bersama Direktur Jenderal Perbendaharaan pun
mengeluarkan Surat Edaran SE- 19 /PB/2014 Nomor: 1/SE/2014 tentang
tindak lanjut batas usia pensiun.
Pembaca setia, surat edaran ini boleh diklaim sangat padat berisi
dan paripurna, termasuk penjelasan lebih
rinci tentang boleh tidaknya batas usia itu di perpanjang, sudah dimuat dalam
huruf F point nomor 1. Bahwa terhitung mulai saat berlakunya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 (15 Januari 2014) maka batas usia pensiun Pejabat Pimpinan
Tinggi (Pejabat Pimpinan Tinggi Utama, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, dan
Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, yang sebelumnya dikenal sebagai pejabat
struktural eselon I dan eselon II) adalah 60 (enam puluh) tahun tanpa melalui
mekanisme perpanjangan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Dititik ini, jadi jika pejabat pembina kepegawaian taat pada klausul ini, maka boleh jadi setumpuk
alasan-alasan (masih dibutuhkan tenaganya) untuk membenarkan propaganda pemberian surat keputusan perpanjangan masa
pensiun tidak pernah dengan lantang disuarakan.
Lalu apa masalahnya kalau aturan
itu diterabas juga, maka itu berarti mengangkangi sumpah janjinya seorang pejabat Pembina
kepegawaian seperti disebut dalam
Undang-Undang 23 Tahun 2014 yaitu menjalankan segala undang-undang dan
peraturan dengan selurus-lurusnya (pasal 61 ayat 2). Ini kemudian berkembang
pesat dan menjadi semacam embrio pintu masuk dan surga bagi lembaga legislatif
untuk melakukan impeachment (pasal 78 ayat 2).
Pertanyaan kritisnya, kira-kira apa resiko pada pejabat yang diperpanjang batas usia
pensiunnya ? Sederhana saja jawabannya, tidak akan bergeser dan jauh-jauh dari dikenakannya tuntutan ganti rugi (TGR) atas
sejumlah tunjangan jabatan yang telah ia terima semasa masih memegang jabatan.
Point penting yang saya mau utarakan disini akan sangat sial sekali, masa pensiun
seyogyanya digunakan sebagai masa untuk melepas kepenatan dan berleha-leha tapi faktanya yang bersangkutan masih harus sibuk lagi membereskan masalah ganti rugi.
Semua itu berpulang kembali kepada diri ASN yang bersangkutan, sehingga
perlu direnungkan sejenak apakah terus
memelihara syahwat berburu jabatannya
dengan resiko tuntutan ganti rugi menimpanya, ataukah memilih jalan aman
dengan menikmati masa pensiun penuh damai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,