6/23/2015

BENARKAH PRESIDEN JOKOWI BUTUH JURU BICARA

"juru bicara presiden"
Insiden  salah ucap Presiden  Jokowi yang kedua kalinya dalam Peringatan Hari Lahirnya  Pancasila 1 juni 2015 di Kabupaten Blitar menyangkut tempat kelahiran Presiden Pertama RI Soekarno yang di ucapkan setidaknya dua kali  di sebutkan  Blitar merupakan tempat kelahiran Presiden Soekarno maka pelak tak terhindarkan sejumlah komentar miring pun berhamburan di khalayak ramai, baik itu lewat   media social, twiter, face book, instagram atau bahkan dalam berbagai acara talk show yang di rilis sejumlah stasiun televisi terkemuka.
Sorotan publik
 
Imbasnya  sejumlah pengamat politik  melontarkan ide bahwa presiden Jokowi butuh juru bicara  kepresidenan dengan berbagai alasan yang nampak cukup rasional. Seorang presiden harus bebas dari stempel kesalahan dalam tindakan atau ucapan, sehingga itu juru bicara mutlak di perlukan. Begitulah sekilas argumentasi yang banyak di sampaikan para pakar komunikasi politik di berbagai  ruang publik.

Benarkah wacara juru bicara kepresiden tersebut adalah suatu kebutuhan yang patut disegerakan ?. Untuk mengupas tematik ini setidaknya memiliki banyak ragam sudut pandang terutama aspek kelembagaan dan aspek  personal pribadi.

Sebagai suatu lembaga kepresidenan yang merupakan sumbu kekuasaan tertinggi di negara kita maka hal yang tak terhindarkan lagi bahwa segala hal yang terkait dengan pusaran kekuasaan keprersidenan  cenderung  mendapat kritik pedas dari publik.  
 
Baca juga
Publik tidak akan pernah bisa membedakan secara tegas wilayah kelembagaan atau wilayah personal, Sekalipun  kesalahan itu di lakukan oleh oknum staf khusus kepresidenan, publik akan tetap memberi stempel  bahwa itu merupakan kesalahan kelembagaan kepresidenan..
 

Juru bicara

Pada insiden Blitar, apakah mungkin pidato-pidato presiden Jokowi seperti itu dapat di wakilkan kepada seorang juru bicara kepresidenan. Begitupun ketika memimpin rapat-rapat bersama jajaran kabinet kerja, dapatkah cukup di wakilkan saja kepada seorang bicara kepresidenan, jawabannya tentu tidak. Dua contoh kasus seperti itu memberikan kesimpulan sementara bahwa tidak semua tindakan lembaga kepresidenan  di representasikan ke sosok juru bicara. 
Konsepsi juru bicara di butuhkan dalam kerangka memberikan sejumlah penjelasan kepada publik menyangkut latar belakang, maksud, tujuan terkait dari sesuatu yang telah maupun akan di lakukan oleh presiden selaku kepala negara atau kepala pemerintahan. Setidaknya posisi seorang juru bicara kepresidenan memiliki keterbatasan  kewenangan, hanya sebatas  pada beberapa hal berikut ini :
  1. Menyangkut latar belakang, maksud dan tujuan serta content kebijakan pemerintah seperti keputusan/instruksi presiden, perppu.
  2. Hasil-hasil keputusan rapat internal pemerintah yang di anggap perlu di ketahui public.
  3. Hasil-hasil keputusan rapat/pertemuan antar lembaga negara.
  4. Jadwal kerja/kunjungan presiden di daerah-daerah ataupun negara lain, berikut tujuan di lakukan hal itu maupun hasil yang di peroleh.
Empat hal yang di paparkan ini memberikan ilustrasi peran penting seorang juru bicara kepresidenan yang bukan semata untuk menjadi tameng  menghindari salah ucap seorang presiden.  Kasus salah ucap pada sebuah pidato presiden Jokowi di Blitar atau pada waktu dan kesempatan yang berbeda adalah suatu kewajaran semata selaku manusia pribadi. 
 
Paling tidak untuk meminimalkan agar kejadian serupa tidak terjadi, jajaran staf presiden perlu lebih ketat dan selektif dalam penanganan subtansi sebuah pidato dan sejenisnya. Bukannya implikasi kesalahan itu menjadi alasan pembenaran  di butuhkannya kehadiran juru bicara kepresidenan sebagaimana yang banyak di suarakan  pengamat politik.

Satu hal yang bisa di simpulkan dari kasus salah ucap ini, bahwa masih terdapat kelemahan dalam jajaran staf khusus kepresidenan atau Sekretariat Negara yang perlu segera di perbaiki dengan menata system dan prosedur tata kelola administrasi surat menyurat.  
 
Walau seorang Kepala Sekretariat Negara (praktino) yang notabenenya adalah mantan rektor Universitas Gajah Mada sudah tidak asing dan cukup punya pengalaman menyangkut urusan surat-menyurat, surat keputusan dan dokumen sejenisnya, namun fakor  lost control sebagai efek tingginya beban kerja akan mudah terjadi setiap saat. 
 
Rentang kendali yang begitu lebar dan dalam pada struktur kelembagaaan sekretariat negara di tambah  job description yang multi komprehensif  adalah faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan yang membuka ruang untuk di soroti publik.

Semoga insiden-insiden serupa untuk ke depannya tidak perlu terjadi lagi, dan sekiranya harus terjadi lagi di depan publik maka sepatutnyalah publik  dapat memahami bahwa  hal itu terjadi karena musabab faktor kehilafan semata seorang pribadi Ir. Joko Widodo. 

Baca juga Presiden Jokowi Tidak Malu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,