Sudah
menjadi kelaziman dalam setiap pesta demokrasi di negeri ini, entah
pemilihan presiden atau kepala daerah maka akan selalu diwarnai dengan
bumbu hitung cepat atau quick count.
Seakan sudah menjadi budaya yang dilembagakan dan tak bisa diceraikan lagi. Pesta
demokrasi yang berstempel apapun (Pilpres, Pemilukada) tidak lengkap
rasanya kalau tidak mencicipi lebih dulu hasil hitung cepat.
Sayangnya
hasil hitung cepat atau quick count ini disebagian lembaga survei
dijadikan panggung dan alat politik untuk membuat masyarakat bingung.
Kasus pemilihan presiden 2014 lalu adalah contoh nyata yang tak
terbantahkan.
Kembali
lagi, sebagai sebuah cara ilmiah yang diakui, patut diakui hasil hitung
cepat atau quick count selalu ditunggu masyarakat saat usai melakukan
pencoblosan di TPS dibanding hasil rekapitulasi suara dari Komisi
Pemilihan Umum.
Lantas, bagaimana hasil hitung cepat itu dihasilkan ?
Metodologi Hitung Cepat/ Quick Count
Metode
hitung cepat (quick count) secara prinsip sederhana menggunakan pola
sampel dengan memperhitungkan tingkat kesalahan (margin error) yang
kemungkinan muncul.
Apa itu sampel ?
Sampel merupakan istilah dalam statistik untuk menyebut sebagian sumber populasi yang menjadi tempat pengambilan data.
Contoh
sederhana, misalkan jumlah populasi TPS 100, terus suatu lembaga survei
hendak melakukan hitung cepat dan bermaksud hanya mengambil data suara
di 30 TPS maka, 30 itulah yang dimaksud sampel.
Apakah jumlah sampel bisa ditentukan seenaknya ?
Tidak
bisa, ada standar ilmiah yang dianjurkan, tapi pada dasarnya secara
akal sehat, semakin besar jumlah sampel yang digunakan maka akan semakin
bagus karena berarti kesalahan atas hasil hitung cepat atau quick count semakin kecil.
Bagaimana lembaga survei mengambil sampel ?
Ada beberapa metode pengambilan
sampel yang diakui dalam dunia riset, dan umumnya sering dipakai
lembaga survei, seperti metode acak (random sampling), multistage
random sampling atau startified random sampling (sampel bertingkat). Baca juga
Kapan setiap metode pengambilan sampel itu dapat digunakan ?
ini pertanyaan yang kritis,
Rata-rata lembaga survei selalu menggunakan metode random sampling ketika melakukan quick count. Ini disebabkan karakteristik sampel adalah homogen (seragam).
Pada sampel yang karakteristiknya heterogen maka lembaga survei menggunakan stratified random sampling.
Lalu, bagaimana jumlah sampel itu ditentukan ?
Menentukan berapa banyak sampel yang digunakan, untuk sampel yang homogen maka sering digunakan rumus Slovin : N n = ---------- 1 + N a2 Keterangan n = jumlah sampelN = jumlah populasia = margin eror
Untuk sampel yang heterogen maka besarnya sampel ditentukan menggunakan rumus Estok Navitte Cowan :
Z2 ( p (1-p)Nn = ------------------------------------------ Z2 ( p ( 1 - p)) + N - 1)E2
Keterangan :
E = sampling error
Z = tingkat kepercayaan yang dipakai ,
- tingkat kepercayaan 90% maka Z = 1.65
- tingkat kepercayaan 95% maka Z = 1.96
- tingkat kepercayaan 99% maka Z = 2.58
p = Tingkat heterogen pemilih,
Angka ini mulai dari 0 sampai dengan 0.5,
Artinya sampel makin homogen maka angka p mendekati 0 dan sebaliknya sampel makin heterogen maka angka p mendekati atau sama dengan 0.5.
Apa itu sampel homogen ?
Sampel jenis ini dapat dilihat misalnya dari latar belakang pekerjaan, pendidikan dsb. Apakah masyarakat pada daerah tertentu yang sedang melaksanakan pemilukada rata-rata pekerjaannya petani, pengusaha, PNS dsb.
Contoh Menghitung Sampel
Diketahui jumlah tempat pemungutan suara saat pemilihan presiden lalu 478.829. Adapun margin eror atau tingkat kesalahan yang dipilih cuma 1 persen.
Dengan menggunakan rumus slovin dapat diketahui banyaknya TPS yang dijadikan sampel adalah : N n = ---------- N 478829
1 + N a2 a 1.00%
n 9795.43
Hasil berbeda akan ditemukan jika menggunakan rumus Estok Navitte Cowan.
Diketahui jumlah tempat pemungutan suara pemilihan presiden 2014 adalah 478.829.
Sampel diketahui sangat heterogen maka ditetapkan menggunakan nilai p = 0,5.
Margin error atau tingkat kesalahan dipilih 1 persen saja dengan tingkat
kepercayaan 99% maka hasilnya
Jika sudah di dapat jumlah sampel yang dibutuhkan
maka langkah berikutnya, mudah saja, tingggal memberi nomor secara
berurutan TPS yang ada. Kemudian dipilih secara acak (random) TPS mana
yang akan dijadikan sampel.
Untuk kasus pemilihan presiden, hasil perhitungan jumlah sampel oleh lembaga survei tersebut akan dibagi habis ke seluruh propinsi Indonesia dengan mempertimbangkan jumlah daftar pemilih tetap yang ada.
Kesimpulan :
Pesta
demokrasi sangat identik dengan hasil hitung cepat atau quick count.
Cara ini sudah merupakan trend yang kerap dilakukan lembaga survei
manapun.
Dan untuk mendapatkan hasil hitung cepat yang akurat maka harus menggunakan metodologi penelitian yang benar.
Hampir dipastikan metodologi penelitian yang digunakan untuk melakukan quick count selalu menggunakan teknik penarikan sampel dengan formula slovin dan Estok Navitte Cowan.
Ini cara yang benar, sehingga hasil hitung cepat tidak akan pernah meleset. Sayangnya, cara ini juga dijadikan ladang mata pencaharian oleh sejumlah oknum lembaga survei.
Anda percaya atau tidak hasil hitung cepat (quick count) itu akurat, semuanya berpulang kembali lagi ke diri masing-masing. Baca juga
Sampel merupakan istilah dalam statistik untuk menyebut sebagian sumber populasi yang menjadi tempat pengambilan data.
Ada beberapa metode pengambilan sampel yang diakui dalam dunia riset, dan umumnya sering dipakai lembaga survei, seperti metode acak (random sampling), multistage random sampling atau startified random sampling (sampel bertingkat).
Pada sampel yang karakteristiknya heterogen maka lembaga survei menggunakan stratified random sampling.
Lalu, bagaimana jumlah sampel itu ditentukan ?
Menentukan berapa banyak sampel yang digunakan, untuk sampel yang homogen maka sering digunakan rumus Slovin :
Z2 ( p (1-p)N
E = sampling error
Z = tingkat kepercayaan yang dipakai ,
- tingkat kepercayaan 90% maka Z = 1.65
- tingkat kepercayaan 95% maka Z = 1.96
- tingkat kepercayaan 99% maka Z = 2.58
Angka ini mulai dari 0 sampai dengan 0.5,
Artinya sampel makin homogen maka angka p mendekati 0 dan sebaliknya sampel makin heterogen maka angka p mendekati atau sama dengan 0.5.
Apa itu sampel homogen ?
Sampel jenis ini dapat dilihat misalnya dari latar belakang pekerjaan, pendidikan dsb. Apakah masyarakat pada daerah tertentu yang sedang melaksanakan pemilukada rata-rata pekerjaannya petani, pengusaha, PNS dsb.
Contoh Menghitung Sampel
Diketahui jumlah tempat pemungutan suara saat pemilihan presiden lalu 478.829. Adapun margin eror atau tingkat kesalahan yang dipilih cuma 1 persen.
Dengan menggunakan rumus slovin dapat diketahui banyaknya TPS yang dijadikan sampel adalah : N n = ---------- N 478829
1 + N a2 a 1.00%
n 9795.43
Hasil berbeda akan ditemukan jika menggunakan rumus Estok Navitte Cowan.
Diketahui jumlah tempat pemungutan suara pemilihan presiden 2014 adalah 478.829.
Sampel diketahui sangat heterogen maka ditetapkan menggunakan nilai p = 0,5.
Margin error atau tingkat kesalahan dipilih 1 persen saja dengan tingkat
kepercayaan 99% maka hasilnya
Jika sudah di dapat jumlah sampel yang dibutuhkan
maka langkah berikutnya, mudah saja, tingggal memberi nomor secara
berurutan TPS yang ada. Kemudian dipilih secara acak (random) TPS mana
yang akan dijadikan sampel.
Untuk kasus pemilihan presiden, hasil perhitungan jumlah sampel oleh lembaga survei tersebut akan dibagi habis ke seluruh propinsi Indonesia dengan mempertimbangkan jumlah daftar pemilih tetap yang ada.
Dengan menggunakan rumus slovin dapat diketahui banyaknya TPS yang dijadikan sampel adalah :
n = ---------- N 478829
1 + N a2 a 1.00%
Diketahui jumlah tempat pemungutan suara pemilihan presiden 2014 adalah 478.829.
Sampel diketahui sangat heterogen maka ditetapkan menggunakan nilai p = 0,5.
Margin error atau tingkat kesalahan dipilih 1 persen saja dengan tingkat kepercayaan 99% maka hasilnya
Untuk kasus pemilihan presiden, hasil perhitungan jumlah sampel oleh lembaga survei tersebut akan dibagi habis ke seluruh propinsi Indonesia dengan mempertimbangkan jumlah daftar pemilih tetap yang ada.
Kesimpulan :
Pesta
demokrasi sangat identik dengan hasil hitung cepat atau quick count.
Cara ini sudah merupakan trend yang kerap dilakukan lembaga survei
manapun.
Dan untuk mendapatkan hasil hitung cepat yang akurat maka harus menggunakan metodologi penelitian yang benar.
Hampir dipastikan metodologi penelitian yang digunakan untuk melakukan quick count selalu menggunakan teknik penarikan sampel dengan formula slovin dan Estok Navitte Cowan.
Ini cara yang benar, sehingga hasil hitung cepat tidak akan pernah meleset. Sayangnya, cara ini juga dijadikan ladang mata pencaharian oleh sejumlah oknum lembaga survei.
Anda percaya atau tidak hasil hitung cepat (quick count) itu akurat, semuanya berpulang kembali lagi ke diri masing-masing. Baca juga
Pesta demokrasi sangat identik dengan hasil hitung cepat atau quick count. Cara ini sudah merupakan trend yang kerap dilakukan lembaga survei manapun.
Dan untuk mendapatkan hasil hitung cepat yang akurat maka harus menggunakan metodologi penelitian yang benar.
Hampir dipastikan metodologi penelitian yang digunakan untuk melakukan quick count selalu menggunakan teknik penarikan sampel dengan formula slovin dan Estok Navitte Cowan.
Ini cara yang benar, sehingga hasil hitung cepat tidak akan pernah meleset. Sayangnya, cara ini juga dijadikan ladang mata pencaharian oleh sejumlah oknum lembaga survei.
Anda percaya atau tidak hasil hitung cepat (quick count) itu akurat, semuanya berpulang kembali lagi ke diri masing-masing.