5/23/2017

"ANCAMAN" PERPPU AKSES INFORMASI KEUANGAN

akses informasi keuangan
Lompatan besar Menteri Keuangan Sri Mulyani sepulang dari pertemuan G20 di Jerman Maret 2017 lalu cukup menghentak publik. 
 
Tiba-tiba saja tiada angin pemerintah mengumandangkan  secara mendadak telah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang di tandatangani Presiden Jokowi 8 Mei 2017.  

Sejauh yang saya ketahui Perppu ini telah disodorkan pemerintah  ke DPR RI untuk ditetapkan menjadi undang-undang. 

Untuk itu juga, saya berkeyakinan tinggi dan cukup optimis usulan perppu dari pemerintah tersebut tidak bakal  mendapat batu sandungan berarti  di DPR, mengingat barisan  partai pendukung pemerintah cukup melimpah ruah. 

Apalagi di topang fakta yang tak bisa dipungkiri, bahwa kebijakan tax amnesty yang  di berlakukan selama 9 bulan  kemarin bisa di bilang sukses   mengudang decak kagum publik. Ini  menjadi sebuah alasan rasional   bagi pemerintah untuk menjelaskan ke DPR RI pentingnya kebijakan tentang akses informasi keuangan di Indonesia. 

Baca juga
"Melonggarkan pengampunan pajak"

Namun kebijakan itu ternyata  tidak berjalan mulus, mematik harap-harap cemas  masyarakat luas. Pun silang pendapat  kubu pro dan kontra tak terelakan lagi yang rata-rata dari kalangan ekonom khususnya yang menekuni dunia perbankan.

Kubu yang pro berpendapat, perppu keuangan ini akan memaksa  wajib pajak untuk  patuh dan berlaku jujur melaporkan  kewajiban-kewajiban pajaknya. Tapi lain halnya bagi kubu yang kontra, mereka beralasan kebijakan ini akan memporak- porandakan dan menghantam stabilitas dan kredibilitas sektor perbankan.  

Saya pribadi membenarkan dan setuju konstruksi argumentasi yang di bangun kubu pro dan kontra itu, tidak ada yang salah di antara keduanya. 

Patut diduga   kebijakan ini di buat oleh pemerintah   karena belajar dari pengalaman penerapan tax amnesty sebelumnya.  Tersebab sampai tutup buku Maret 2017 silam, terindikasi kuat  masih banyak kalangan juragan, sosialita atau bahkan politisi merangkap pengusaha berkantong tebal  nakal yang hartanya di luar negeri enggan mengikuti program tax amnesty. 

Alasan Pemerintah

Seperti di rilis di situs setkab.go.id dijelaskan alasan terkuat mengeluarkan kebijakan akses informasi keuangan karena  Indonesia terikat pada perjanjian internasional di bidang perpajakan sehingga wajib memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (automatic exchange of financial account information) sebelum tanggal 30 Juni 2017.  
Baca juga

Sampai disini saya sudah cukup mafhum isu yang bermain di balik perppu  tersebut dan mudah di tebak muaranya, skema kebijakan ini menjadi lompatan yang cukup dahsyat dari Menteri Keuangan RI untuk mengisi secara pesat kantung penerimaan negara dengan cara menjangkau sejauh mungkin wajib-wajib pajak baik di dalam maupun luar negeri.
Di lain pihak, rasa khawatir kubu kontra yang terlanjur berkembang luas seperti dikemukakan diawal, terbantahkan oleh alasan pemerintah bahwa akses informasi keuangan tidak semau-maunya dilakukan. Ada kriterianya misalnya ketentuan saldo dalam rekening minimal Rp 3,3 miliar. Artinya perppu ini sesungguhnya dapat menjaga stabilitas dan kredibilitas dunia perbankkan.

Ancaman Perppu

Kita tinggalkan sejenak soal saldo itu,  saya sedikit was-was kebijakan akan disalahgunakan oleh oknum-oknum perpajakan. Fakta tak bisa di tampik, belajar dari kubangan peristiwa hitam masa lalu,  tanpa  kebijakan informasi keuangan seperti ini, sejumlah oknum perpajakan  sukses mendulang rejeki haram. 

Nah bagaimana seandainya  kebijakan akses informasi keuangan ini diberlakukan, apakah ini bukannya sebuah celah  merebaknya praktek-praktek beraroma busuk atas nama pajak.

Bisa jadi perppu  akses informasi keuangan justru mendorong lebih kuat lagi varian-varian baru perampokan terselubung atas nama pajak, mengingat masih tingginya campur tangan manusia dalam tata kelolah perpajakan di Indonesia.   

Rasa was-was saya itu, coba saya reka ulang pada beberapa  kemungkinan kejadian yang akan muncul seperti :

1. Negosiasi, transaksi dan kedipan mata antara wajib pajak dan oknum petugas pajak khususnya yang  bekerja dalam penyelesaian keberatan perpajakan akan semakin intens bahkan menjamur.    

2. Diperkirakan ada beberapa oknum petugas pajak bak preman memeras  wajib pajak berkantong tebal. Caranya dengan mengancam akan menyebarluaskan  rekening gendut wajib pajak ke publik.    

3. Banyak transaksi keuangan dilakukan secara tunai, saldo rekening dalam jumlah minimum. 

4. Bisa jadi sebagian besar birokrat dan politisi akan terjaring ke wilayah hukum karena dianggap memiliki rekening gendut yang tidak wajar. (disini KPK akan meminta informasi ke Ditjend pajak). 

5. Isu penghindaran pajak oleh politisi menjadi trend baru yang akan muncul pada rentetan konstelasi politik dalam negeri.  

6. Renumerasi pegawai Kementerian Keuangan RI akan melonjak tajam sebagai imbas meningkatnya penerimaan kas negara.

Menariknya dari 6 point di atas, ada kalangan para birokrat dan politisi di lingkar terdalam  yang tergerus perppu akses informasi keuangan ini. 

Alasannya, bisa ditelisik  dalam pasal 2 ayat 3 huruf e bahwa laporan yang berisi informasi keuangan paling sedikit salah satunya “penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan”.

Bicara soal penghasilan sebagaimana dimaksud pasal 2 tersebut, maka Itu  berbicara juga soal jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang. 

Belum pernah ada sepanjang republik ini berdiri guyuran penghasilan datang dari langit begitu saja. Nah, di posisi ini kalau   penghasilan anda sebagai birokrat atau politisi kurang lebih 10 jutaan, maka idealnya rekening anda seharusnya tidak pada kisaran  nominal ratusan juta atau bahkan mencapai milyaran.

Terus kalau melebihi bagaimana entah karena pura-pura tidak tahu, maka siap-siap pipi anda di tampar dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 yang lumayan tebal, dan  saya pastikan anda akan rajin bolak-balik menghadap aparat penyidik.

Parahnya juga beberapa peraturan terkait tata kelolah pajak yang idealnya menjadi konsideran perppu akses informasi keuangan ini, dalam pasal 8 di nyatakan di cabut dan tidak berlaku. 

Belum lagi soal pengawasan penggunaan data informasi keuangan itu tidak diatur sama sekali dalam perppu tersebut. Wah aturan ini saya berani garansi 100 persen betul-betul bakal menjadi neraka bagi pemilik rekening gendut.  

Penutup, mungkin ada baiknya pemilik rekening gendut mulai sekarang memikirkan design terbaru  celengan ayam jago super  jumbo yang bisa menyimpan uang hingga milyaran rupiah. Ingat, CCTV sekarang ada di mana-mana tak terkecuali di tempat tersembunyi rekening pribadi kita bank misalnya. 

Baca juga
Cara cepat mengurangi silpa apbd yang besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,