2/11/2017

ANCAMAN PIDANA PUNGUTAN LIAR

"pungutan liar"
Jumat, 10/2 saat membaca berita di salah satu situs media online local (bolmora.com), mata saya langsung tertuju pada tagline “dugaan praktek pungli oleh dua sekolah”. Rasa penasaran pun bergelayut dalam pikiran dan saya putuskan untuk mendalami, siapa dua sekolah dimaksud yang berani berbuat nakal itu. Oh ternyata MTs Negeri I Kotamobagu dan SMP N I Kotamobagu.  

Sejauh pengetahuan saya praktek pungutan liar memang sudah menjadi maharaja di hampir semua pelayanan pemerintah. 

Sektor pendidikan adalah salah satunya, walau pemerintah telah bersikeras membebaskan para peserta didik dari rupa-rupa pungutan pendidikan lewat berbagai program  tapi selalu saja ada alasan dari pihak sekolah untuk melakukan pungutan liar.  

Saya tidak melihat alasan yang cukup kuat untuk membenarkan seorang kepala sekolah melakukan pungutan liar kecuali untuk satu alasan “rakus”.

Demikian kencangnya isu pemberantasan pungutan liar yang digagas presiden Jokowi 20 Oktober 2016 lalu dalam rapat koordinasi dengan seluruh gubernur Indonesia  di istana merdeka tampaknya tidak membuat nyali oknum pelakunya patah arang. 

Parahnya juga komite sekolah yang diharap menjadi media penyeimbang dalam setiap kebijakan di sekolah, hanya diam seribu bahasa seolah-olah turut mengaminkan pungutan liar itu di praktekkan.

Kalau di bilang inovasi yang kebablasan dari pihak penyelenggara pendidikan sangat pas benar. Tercatat ada 58 pungutan yang kerap dipungut disekolah sebagaimana di rilis situs radarbolmongonline.com “58 jenis pungutan dilarang di sekolah”. 

Fakta ini dapat menjelaskan modus pendidikan masih menjadi target incaran untuk meraup keuntungan pribadi oknum-oknum tertentu yang dilakukan secara berjamaah.  

Temuan  ombudsman di MTs dan SMP Negeri I Kotamobagu patut di acungkan jempol 4 jari dan ini membuktikan Kotamobagu masih belum steril 100 persen dengan penyakit pungutan liar. 

Apakah ini signal kuat masih lemahnya system pendidikan di Kotamobagu ataukah ini murni tanda awas bahwa masih ada  oknum-oknum rent seeking yang berkeliaran di sekolah-sekolah bermental perampok.

Satu hal yang pasti, orang tua siswa tentu sangat berkeberatan dengan adanya pungutan liar dengan atas nama apapun. Karena, disisi seberang jaminan penyelenggaraan pendidikkan yang berkualitas  sudah diberikan pemerintah lewat aneka macam kucuran dana segar.

Lepas dari soal dana segar itu, istilah pungutan liar atau pungli sebenarnya tidak dikenal sama sekali dalam istilah hukum. Jika kita cermati secara tajam pasal-pasal dalam KUHP tidak ada satupun pasal yang menggunakan istilah ini. 

Begitupun juga dalam undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi maupun undang-undang tentang tindak  pidana pencucian uang.

Istilah pungli ini muncul diluar literatur hukum, menukil terjemahan wikipedia pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut.

Apakah pungli dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi daerah ? Itu sudah pasti, karena ini menjadi salah satu biang kerok penyumbang hight cost economy(ekonomi biaya tinggi). 

Pun bagi Pemerintah Kota Kotamobagu, ancaman gagalnya tahun investasi di tahun 2017 ini tampaknya berpeluang akan terjadi. Tak urung Walikota Kota Kotamobagu harus segera bersikap tegas dan terus menerus mengingatkan serta berani  mencopot pejabat yang terindikasi melakukan pungli. 

Kalau itu tidak dilakukan, saya  khawatir dan berani bertaruh  tahun investasi hanya sebuah slogan omong kosong.

Ancaman Pidana Pelaku Pungli

Pungli atau pungutan liar tidak ada bedanya dengan korupsi, keduanya bagai pinang di belah dua hampir sama persis. Sama-sama dilakukan tanpa ada dasar hukum yang kuat   dengan satu tujuan untuk memperkaya diri sendiri, kelompok atau orang lain dengan cara melawan hukum.

Jika begitu maka seyogyanya pelaku pungli bisa dijerat dengan pasal 378 dan 423 KUHP  dengan ancaman penjara maksimal 9 bulan dan 6 tahun. 
Baca juga

Tidak berbeda jauh  dengan isi pesan pasal 12 e Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku pungli diancam  pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun atau penjara seumur hidup dengan denda 200 juta sampai dengan 1 milyar.

Hanya saja belakangan aparat penegak hukum cuma diam bak ayam yang lagi mengeram seonggok telur, seolah pungli adalah peristiwa “somu-somu” ibarat  siluman yang sulit dilacak keberadaannya, padahal pungli bukan delik aduan sehingga ketika terendus ada praktik pungli maka seharusnya langsung melakukan langkah penyelidikan. 

Apalagi ini telah diperkuat dengan dibentuknya saber pungli (sapu bersih pungutan liar) November 2016 lalu oleh Kapolri terpilih Jenderal Polisi Tito Karnavian sesuai Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

Pungli bukanlah gogohia (baca panu) yang susah dilacak tempatnya bagi yang kulitnya terang. Aparat penegak hukum yang professional dan terlatih mudah sebenarnya melacak siapa-siapa pelakunya, bagaimana caranya, berapa besarnya dsb.

Pertanyaan seriusnya, untuk alasan apa, penyelidikan praktik pungli belum dilakukan Polres Bolaang Mongondow. Jangan diabaikan informasi yang masuk ke ruang publik dan dianggap sepele hanya sebuah rumor. Sebab saat ini mabes Polri sudah meluncurkan situs https://www.saberpungli.id  sehingga  kita dapat beramai-ramai mengkritisi dan melaporkan setiap peristiwa pungli di sekitar kita.

Syak yang memercik di jidat saya, jangan-jangan hal serupa terjadi di lingkaran aparat penegak hukum, tong sama tahu kwa e, skud-skud jo bro.    
Mundur ke belakang, sejarah masa lalu membuktikan hampir tidak pernah kita dengar bersama seorang pelaku pungli terjerembab dalam kerangkeng jeruji besi. Biasanya hukuman yang dikenakan kepada pelaku pungli bersifat administratif saja.  

Menarik untuk dikaji lebih jauh, bagaimana dengan aparatur sipil negara yang melakukan pungli itu apakah dapat di pecat ?

Disini letak masalahnya, Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS tidak mengatur secara spesifik masalah pungli itu, cuma dikatakan di sana jika terbukti bersalah melakukan pungli dapat   diberhentikan secara tidak hormat berdasarkan putusan hakim dengan hukuman penjara paling singkat 2 tahun keatas. 

Nah pada posisi inilah sejatinya integritas seorang walikota Kotamobagu di uji, berani tidak untuk menjinakkan  kepala sekolah MTs dan SMP Negeri I Kotamobagu yang tega berbuat nakal lewat hak preogratif yang dimiliki.

Akhirnya saya cuma mau utarakan, masyarakat Kotamobagu harus dimanjakan dengan pelayanan publik yang memadai dan jauh dari sentuhan pungli.  /div>

Sebuah adegium hukum menyatakan interpretatio cessat in claris bahwa jika teks atau redaksi UU telah terang benderang dan jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang sudah jelas,  berarti penghancuran.

Baca juga : Korupsi itu "Halal"     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,