8/19/2016

HASIL SIMULASI BASUKI TJAHAYA PURNAMA, MENANG TELAK

basuki tjahaya purnama menang

Ribut-ribut peta perpolitikan  di DKI Jakarta kian hari makin menggurita saja, ini disebabkan DKI Jakarta dianggap sebagai barometer pemerintah daerah yang paling dekat dengan poros kekuasaan pemerintah pusat. 

Karenanya ada anggapan para analis politik yang menyebut, apa yang terjadi dalam peta politik DKI Jakarta akan berpengaruh pada peta politik di daerah. 

Masalahnya sekarang, lawan politik diPemilukada DKI yang akan dihadapi para partai politik adalah petahana Basuki Tjahaya Purnama di mana tak ditabukan memiliki elektabilitas yang begitu tinggi.
Hitung-hitung untuk mengadang-gadang sejumlah figur kuat yang dinilai memiliki reputasi yang setara dengan Basuki Tjahaya Purnama  atau  akrab dipanggil ahok banyak dilakukan partai politik. 
 
Baca juga
 
11 isu politik yang berdampak elektoral

Mekanisme penjaringan para bakal calon gubernur DKI Jakarta pun digelar, hasilnya tak bergeser dari perkiraan awal yang sudah duluan ramai dibicarakan publik. Haji Lulung Lunggana, Yusril Ihza Mahendra, Yusuf Mansur, Djarot Saiful Hidayat, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini  adalah sederet nama yang menguat  di beberapa partai politik yang coba diangkat ke permukaan untuk bersaing dengan petahana basuki tjahaya purnama.

Hasil simulasi

Namun pertanyaannya, seberapa kuatkah figur tersebut akan mampu menahan gempuran popularitas Basuki Tjahaya Purnama yang kian hari membumbung tinggi ? Lantas, akankah mereka memiliki tingkat keterpilihan yang menjanjikan dan tak diragukan sama sekali. 

Untuk mengerucutkan pertanyaan ini akan kita lihat dalam hasil simulasi berdasar hasil survey yang dilakukan oleh   Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada periode 24-29 Juni 2016
  1. Basuki Tjahaya Purnama versus Haji Lulung Lunggana, hasilnya Basuki Tjahaya Purnama dipilih oleh 63,4 persen sedangkan haji Lulung cuma kebagian 13,3 persen. Sisanya 23,3 persen memilih tidak menjawab atau tidak tahu
  2. Basuki Tjahaya Purnama versusYusril Ihza Mahendra, hasilnya Basuki Tjahaya Purnama dipilih oleh 59,4 persen responden sedangkan bung Yusril mendapat jatah 26,3 persen. Sisanya sebanyak 14,3 persen memilih tidak menjawab.
  3. Basuki Tjahaya Purnama versus Yusuf Mansur, hasilnya Basuki Tjahaya Purnama disukai   59,6 persen responden, sedangkan Yusuf Mansur disukai 22,3 persen responden. Sisanya  18,1 persen memilih menjawab tidak tahu atau belum menjawab.
  4. Basuki Tjahaya Purnama versus Djarot Saiful Hidayat. Hasilnya Basuki Tjahaya Purnama dipilih sebanyak 63,0 persen, sedangkan Djarot 15,5 persen, Sisanya  sebanyak 21,5 persen memilih menjawab tidak tahu atau belum menjawab.
  5. Basuki Tjahaya Purnama versus Sandiaga Uno. Hasilnya Basuki Tjahaya Purnama  dipilih sebanyak  61,0 persen responden, sedangkan Sandiaga Uno 19,2 persen responden. Sisanya 19.8 persen menjawab tidak tahu atau tidak menjawab
  6. Basuki Tjahaya Purnama versus Tri Risma Harini, hasilnya Basuki Tjahaya Purnama dipilih  58,4 persen, adapun Risma oleh 26,6 persen. Sisanya 15.0 persen menjawab  tidak tahu atau tidak menjawab
Bila melihat dari hasil simulasi tersebut, ternyata peluang untuk menjegal sang petahana Basuki Tjahaya Purnama akan kandas, atau boleh dikata Basuki Tjahaya Purnama menang telak

Secara teori, memang semakin banyak pesaing petahana maka akan cenderung menggerus elektabilitas petahana. 

Akankah strategi dipilih ini, mengingat hasil elektabilitas yang sudah dibeberkan sebelumnya kurang menggembirakan ? Ataukah dunia paranormal dijadikan alternatif untuk menumbangkan kekuatan petahana di pemilukada nantinya.  

Tak bisa dipungkiri kerja-kerja Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama begitu nyata dan kuat melekat di ingatan masyarakat DKI. 


Walau harus menuai hujan kritikan dan kecaman keras atas sejumlah perkataan dan aksi penggusuran yang dinilai tidak manusiawi namun faktanya masyarakat DKI masih banyak menyukai cara seperti itu. 

Artinya publik menilai figur Basuki Tjahaya Purnama telah bekerja sangat keras  dan inilah pemimpin yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah di Jakarta, termasuk untuk mengatasi praktek-praktek banal di pemerintahan DKI Jakarta.

Soal kebiasaan tutur kata Basuki Tjahaya Purnama yang suka marah-marah dan dianggap kasar   menurut hemat saya tidak akan berpengaruh banyak menurunkan elektabilitas petahana. 

Rekam jejak dan hasil kerja yang sudah dibuktikan selama ini merupakan kata kunci masyarakat DKI menjatuhkan pilihannya kepada Basuki Tjahaya Purnama. Bukankah juga beberapa   pemimpin daerah lain semisal Tri Risma Harini dan Ganjar Pranowo memiliki kebiasaan suka marah-marah seperti Basuki Tjahaya Purnama.  

Kesulitan Partai Politik

Apa sebenarnya sumber masalahnya sehingga para pesaing begitu sulit menjegal Basuki Tjahaya Purnama duduk ke kursi podium DKI 1 untuk kedua kalinya ? Tak dapat disangkal itu bermula dari rekam jejak yang mereka torehkan sendiri, minim aksi daya kejut, landai dan biasa-biasa saja. 


Mungkinkah menggelar aksi tebar pesona, blusukan ke pasar, hadir pada lokasi penggusuran akan mampu mengejar ketertinggalan dan mendongkrak popularitas ?  Saya katakan itu sangat mustahil terjadi.

Paling mungkin yang sedikit mampu menyaingi Basuki Tjahaya Purnama adalah sosok yang sudah juga memiliki rekam jejak dan pilihan itu ada pada  Walikota Surabaya Tri Risma Harini.  


Cuma pada titik ini masih perlu ditopang dengan kerja keras mesin partai pengusungnya dibantu  dukungan media center secara habis-habisan. Terus untuk kandidat  calon gubernur lainnya bagaimana ? saya pikir peluang menangnya sangat tipis dan hampir tidak ada sama sekali, kecuali mereka dibantu dengan  jasa paranormal, itupun tindakan spekulasi dan hasilnya belum dijamin 100 persen.

Prof.Dr. Syamsuddin Haris, M.Si, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI mengatakan "selama ini partai politik gagal paham sama masyarakat,".  Partai politik selama ini banyak mendongkrak popularitasnya lewat jalur sensasi yang membabi buta, akibatnya  tidak meninggalkan bekas apa-apa dalam ingatan masyarakat.  Soal bukti kerja, tunggu dulu, itu perkara lain.  

Solusi Partai

Berita terkini bergabungnya beberapa partai politik yang melawan  Basuki Tjahaya Purnama dengan stempel koalisi kekeluargaan tampaknya menjadi angin segar untuk merubah peta politik DKI Jakarta. 

Namun sayangnya, itu masih ditentukan oleh keputusan PDIP apakah mendukung Basuki Tjahaya Purnama atau tidak dalam Pemilukada DKI nantinya. Dengan kekuatan 28 kursi di parlemen, PDIP merupakan sosok monster yang  sangat menggerikan dan menjadi tanda awas  dalam perhelatan pesta demokrasi DKI.

Sadar akan bahaya itu, boleh jadi  itu juga menjadi alasan Basuki Tjahaya Purnama untuk terus merayu sang ketua umum PDIP agar ikut dalam barisan pendukungnya. 

Sinyal itu mulai nampak dan begitu kuat lewat kemesraan antara presiden Jokowi, ketua umum PDIP dan Basuki Tjahaya Purnama di satu kendaraan saat menuju arena digelarnya Rapimnas partai golkar. Akankah paket Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful Hidayat jilid 2 akan terulang lagi ? Menurut hemat saya, ya seperti itu. 

Demi kepentingan politik PDIP untuk tahun 2019 nantinya, maka akan sangat mustahil PDIP mengusung kadernya Walikota Surabaya maju dalam Pemilukada DKI Jakarta. Itu ibarat pepatah mengatakan harap burung terbang tinggi, punai ditangan dilepaskan, artinya sudah jelas PDIP sudah menguasai kota Surabaya masa sih harus dilepaskan. Bukankah akan lebih bagus jika dua wilayah ini dikuasai oleh kader-kader terbaik PDIP. 

Jadi solusi terbaik untuk partai yang berniat untuk menjungkalkan Basuki Tjahaya Purnama adalah terus merapat dan membangun komunikasi politik dengan PDIP. 

Lancarkan rayuan-rayuan  ganas dan jangan lupa dibubuhi tawaran yang menggiurkan agar membuat ibu Megawati klepek-klepek. Tanpa PDIP dalam koalisi kekeluargaan, maka nasibnya tidak akan berbeda jauh dengan nasib koalisi merah putih yang tinggal nama.      
Baca juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIKAN KOMENTAR YANG SOPAN DAN SESUAI ISI ARTIKEL YANG ADA,