10/06/2016

EFEK ELEKTORAL PROPAGANDA POLITIK

"propaganda politik" 


Dunia politik ditenggarai selalu saja penuh propaganda politik sehingga diang gap penuh misteri dan sus ah ditebak secara pasti kemana pergerakan, arah serta haluannya akan berakhir.

Namun satu hal yang pasti dan sepakat, cuma ada dua pilihan dalam dunia politik, beruntung atau buntung. Jika beruntung maka berbuntut popularitas akan begitu cepat melejit lengkap dengan segala kelimpahan materi.
Sebaliknya jika buntung, bakal menuai dan dihujani dengan banyak persoalan serius yang tak akan kunjung mampu dituntaskan.

Karena begitu misteriusnya dunia politik maka banyak orang mencoba peruntungannya dengan mengadu nasib saat pemilihan umum. Entah sebagai calon anggota legislatif maupun seorang calon kepala daerah.

Menarik disimak, adalah dalam pertarungan sebagai calon kepala daerah, jagat dunia politik selalu saja diramaikan propaganda politik dengan rupa-rupa isu calon kepala daerah.

Uniknya isu yang ditembakan itu ke ruang publik rata-rata berbau amis dan cenderung menjelek-jelekan calon kepala daerah lainnya tanpa didukung bukti yang kuat (fitnah, gosip).  
 
 
Hampir tidak pernah saya temukan ada propaganda politik dari salah satu calon kepala daerah yang secara berani dan terbuka mengakui kelebihan, kehebatan lawan politik. Untuk bagian ini memang rasanya sangat mustahil, karena itu berarti menjatuhkan tingkat kepercayaan publik pada dirinya.
 
Menjatuhkan lawan politik dengan propaganda bernada amis tampaknya menjadi keasyikan tersendiri bagi tim sukses salah satu calon kepala daerah. 
 
Apakah itu di salurkan secara terbuka melalui grup yang dibentuk pada media sosial, dalam forum diskusi pendek dan kongkow-kongkow di warung kopi atau bahkan dalam bentuk kampanye terbuka.
 
Pendek kata, isu amis itu harus diketahui masyarakat umum, tidak boleh tidak terutama sekali masyarakat yang berada dilingkaran wilayah pemilihan kepala daerah. 
 
Mungkin terilhami dari sebuah adegium ilmu perang bahwa menyerang adalah pertahanan yang terbaik sehingga laku menyerang calon kepala daerah lain dengan isu-isu tidak mengenakan dipraktekan. 
 
 
Model propaganda politik seperti inilah lazim dikenal dengan istilah kampanye hitam atau black campaign namun ada juga mengatakan model kampanye negatif
 
Memang benar sekali pendapat yang berkembang bahwa jangan pernah seorang tokoh politik remehkan kekuatan kata-kata apalagi jika kata-kata itu dibalut dengan propaganda maka niscaya bisa selembut sutra dan setajam pedang kesatria.
 
Pun Jozef Goebbels salah satu orang kepercayaan di masa Adolf Hitler berkuasa yang menjabat Menteri Propaganda pernah berkata, ‘’kata-kata bohong yang diulang berkali-kali diucapkan, maka akan menjadi kebenaran dan dipercaya publik".
 
Pengertian Kampanye  
 
Rogers.E.M dan Storey.J.D dalam bukunya communication campaign memberi pengertian kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayaks yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu
 
Adalah sebuah usaha yang dilakukan secara terorganisir untuk maksud mempengaruhi proses pengambilan keputusan para pemegang hak suara (baca :masyarakat pemilih)
 
Adapun isi pesan dari kampanye itu secara normatif seharusnya menonjolkan ide dari seorang calon kepala daerah, biasanya adalah isu-isu kebijakan sekiranya nanti ia terpilih.
 
Tapi yang terjadi di lapangan sangat bertolak belakang. Isi pesan yang disampaikan ke publik justru campur sari antara black campaign dan kampanye negatif.

Black Campaign dan Kampanye Negatif

Menurut Wirdyaningsih sebagaimana dirilis situs http://law.ui.ac.id/v2/buletin/opini, (Permasalahan Black campaign dalam Pemilihan Umum). Black Campaign bisa diartikan sebagai kampanye kotor untuk menjatuhkan lawan dengan menggunakan isu negatif tidak berdasar.

Senada juga dari pendapat yang dilontarkan dari pengamat politik Universitas Indonesia Agus Suprio, bahwa membedakan kampanye hitam biasanya hanya tuduhan tidak berdasarkan fakta dan merupakan fitnah. Sedangkan kampanye negatif adalah pengungkapan fakta kekurangan mengenai suatu calon atau partai yang disampaikan secara jujur dan relevan.

Tidak berbeda jauh juga disampaikan Refly Harun seorang pakar Hukum Tata Negara Indonesia bahwa black campaign adalah cara mendiskritkan kandidat tanpa didukung dengan data dan fakta yang jelas, sementara kampanye negatif didefinisikan sebagai cara mendiskriditkan kandidat dengan didukung data dan fakta yang jelas. Secara garis besar, dalam hukum kampanye hitam jelas dilarang.

Bila dicermati secara mendalam harus kita akui model kampanye hitamlah yang paling sering digunakan dalam pertarungan politik. Bentuknya, semisal membuat julukan, istilah atau singkatan nama lawan politik yang berkesan buruk.

Ada juga dengan menggunakan slogan seperti tolak pemimpin haus kekuasaan dan bermental perampok.

Menurut pandangan Dr Dedi Hermawan (Universitas Lampung), meskipun tidak beretika, kampanye hitam masih laku dan dianggap ampuh untuk menjatuhkan pasangan lain.

Adapun menurut pandangan Victor Kamber salah seorang konsultan politik partai demokrat Amerika Serikat lewat bukunya Poison Politics: Are Negative Campaigns Destroying Democracy, dikemukakan bahwa black campaign telah berkontribusi terhadap sikap anti politik dan meningkatnya jumlah golongan putih (Golput).

Lepas dari urusan black campaign, walau kedua model propaganda politik itu nyaris mirip namun masih ada sedikit perbedaan mencolok diantara keduanya kampanye negatif justru lebih mengutamakan kekuatan data untuk melumpuhkan lawan politiknya

Titik fokus model kampanye negatif biasanya berbicara soal jejak kemampuan, pengalaman lawan politik di dalam pemerintahan beserta hasil-hasil yang dicapai, termasuk juga masalah pribadi mereka yang memang terjadi.

Intinya kampanye negatif adalah ingin menguliti kelemahan lawan politik dengan argumen yang ditopang data yang masuk akal.

Contoh sederhana model kampanye negatif dapat disaksikan pada pertarungan antara Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat.

Biasanya untuk melakukan kampanye negatif Mereka terlebih dahulu melakukan riset serta investigasi kehidupan pribadi lawan politiknya.

Fakta-fakta yang sangat memalukan berusaha ditemukan guna ditunjukkan ke publik siapa sebenarnya kandidat tersebut.

Yang lebih hebat lagi jika dimunculkan ke ruang publik saksi hidup yang mampu menuturkan perilaku buruk lawan politik di masa lalu.

DiIndonesia sendiri model kampanye negatif ini sudah kerap digunakan, dan menurut riset Linkaran Survei Indonesia sering melanda 4 partai terbesar (PDIP,Golkar,Demokrat,Gerindra).

Contoh sederhananya saat pencalonan presiden Jokowi, PDIP dilanda isu soal penghianatan dan ingkar janji Jokowi yang tidak tuntas menjabat Gubernur DKI Jakarta. Juga soal busway karatan yang diduga ada korupsi selama Jokowi masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Sementara itu, partai demokrat dihujani dengan isu korupsi pengurus partainya yang tertangkap tangan KPK, Golkar dengan isu blusukan ketua umumnya bersama rombongan artis ke Maladewa. Sedangkan Gerindra lewat rumor masa lalu ketua umumnya yang dianggap melanggar HAM.

Lantas, apakah propaganda politik model black campaign atau kampanye negatif ini dapat berpengaruh terhadap elektoral calon kepala daerah?

Efek Elektoral Propaganda Politik


Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan black campaign atau kampanye hitam memang harus dihindari, tetapi negative campaign kampanye negatif justru perlu dipelihara.

Namun pendapat itu tidak sejalan dari hasil penelitian bintang sangaji melalui penelitian meta analisis replica jurnal penelitian. Ditemukan fakta, model black campaign maupun kampanye negatif tidak berpengaruh siginifikan terhadap perubahan perolehan suara calon kepala daerah.

Hal ini sesuai juga dengan salah satu hasil riset yang dilakukan oleh Kevin Arceneaux dan David W. Nickerson (University of Notre Dame) bahwa we detect no difference between negative and positive messages with regards to turnout or vote preference.

Artinya hampir tidak ada pengaruh kampanye negati f dalam kecenderungan pemilihan suara.

Namun jika berpegang pada hasil survey Lingkaran Survei Indonesia saat pemilihan Presiden RI Jokowi - JK 2014 lalu , diperoleh hasil bahwa efek kampanye negatif yang dilakukan tim sukses Prabowo Subianto berbasis fakta sem asa Jokowi masih menjabat Gubernur DKI Jakarta lalu ternyata mampu menahan elektabilitas Jokowi.

PDIP selaku partai pengusung utama Jokowi-JK hanya mampu mendapat tambahan elektabilitas sebesar 3 persen , dari hasil survei semula periode Januari-Pebruari 2014 21.1 % di periode Maret 2014.

Baca juga :
Trik meningkatkan elektabilitas tokoh politik hingga 73 persen

Itu dapat ditafsirkan, naik turunnya elektabilitas calon kepala daerah akan bergerak cair mengikuti alunan kampanye negatif yang dihembuskan lawan politiknya.

Apakah masyarakat suka dengan kampanye negatif ? Masih merujuk dari hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia besutan Denny J. A. Ph.D tahun 2014 silam, ditemukan fakta unik dari total 1200 respoden 64.2 persen setuju kampanye negatif diperlukan untuk pembelajaran politik.

Terpisah, melalui jurnal penelitian yang dirilis kompas.com, pengaruh kampanye hitam (black campaign) terhadap pemilih pemula, ditemukan hasil yang sejalan bahwa 73.33 % respoden mengatakan model kampanye hitam (black campaign) tidak ada gunanya.

Terakhir, jauh di atas segalanya dari semua yang sudah saya ulas secara gamblang tadi maka sudah seharusnya, sepantasnya pesta demokrasi Indonesia tidak lagi diwarnai aksi jual beli kampanye hitam.

Masyarakat pemilih perlu dimanjakan lewat propaganda politik yang menjual ide, gagasan serta program masa depan dari para calon kepala daerah.

Ini penting, karena bukan hanya soal menang kalah dalam pertarungan politik tetapi menyangkut juga nasib rakyat yang telah memilih mereka.

Baca juga
Politik Uang Jalan Ampuh Meraup Suara Terbanyak