Perkembangan perekonomian makro Indonesia pasta
krisis ekonomi tahun 1997 menggiring berbagai sektor industri di Indonesia
menuju era kompetisi yang semakin ketat termasuk didalamnya industri perbankan.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) salah satunya, yang berbeda dari bank umum karena
memiliki kekhususan berupa batasan dan aturan dalam kegiatan usahanya
sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Industri BPR menempati peran yang cukup
strategis dalam perekonomian Indonesia terutama dalam mendorong perkembangan
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Perkembangan BPR di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menunjukkan
peningkatan yang pesat baik dalam modal yang dikumpulkan maupun jumlah kredit
yang diberikan pada masyarakat.
Di sisi lain, pelaksanaan UU No.22 tahun 1999 dan disempurnakan dengan UU No32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan keleluasaan pada
Pemerintah Daerah untuk mengelola aset-asetnya termasuk perusahaan-perusahaan
milik daerah.
Perusahaan Daerah menjadi aset penting yang mendapat perhatian khusus karena
dari perusahaan-perusahaan itulah pemerintah daerah mendapatkan salah satu
sumber pendapatan asli daerahnya.
Untuk itu, diperlukan formulasi dan perencanaan strategi yang tepat agar Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) dapat bersaing dan mencapai tujuannya sebagai salah
satu Perusahaan Daerah yang diharapkan berperan sebagai profit centre bagi
Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow.
Perusahaan Daerah Bank Perkreditan
Rakyat didirikan untuk maksud
1. Mendorong laju
pertumbuhan ekonomi daerah melalui fungsi intermediasi yakni menjembatani
rakyat yang membutuhkan modal dengan rakyat yang memiliki Kelebihan dana
2. Salah satu pusat
penerimaan PAD bagi Pemerintah Daerah melalui penempatan dana
dekosentrasi (BOS, bantuan peningkatan mutu, dana multimedia, BOMM, nelayan
pesisir, WAJAR, dsb)
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DASAR HUKUM
- UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan pasal 23 menyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya.
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat bahwa : Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan menjalankan usaha dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan oleh
1. warga negara Indonesia;
2. badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia;
3. pemerintah daerah;
4. warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia dan/atau pemerintah daerah.
Pasal 6 Pemendagri
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BPR
milik Pemda menyatakan
- Pemerintah provinsi dapat mendirikan BPR Daerah di lingkungan provinsi yang bersangkutan.
- Pemerintah kabupaten/kota dapat mendirikan BPR Daerah di lingkungan kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BPR milik Pemerintah Daerah
menyatakan :
- Penentuan dan perubahan besarnya modal dasar BPR Daerah ditetapkan dengan Perda.
- Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendirikan BPR Daerah paling sedikit disetor sebesar:
Cara Cepat Mengurangi Silpa APBD yang Besar
- > Rp 5.000.000.000,- (lima milyar
rupiah) untuk BPR Daerah yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya
- > Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) untuk BPR Daerah yang
didirikan di ibukota provinsi di pulau Jawa dan Bali dan di wilayah
kabupaten/kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
- > Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) untuk BPR Daerah yang
didirikan di ibukota provinsi di luar wilayah Jawa dan Bali
- > Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) untuk BPR Daerah yang
didirikan di wilayah pulau jawa dan ball di Iuar wilayah sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c; dan d
- > Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) untuk BPR Daerah yang didirikan di Iuar wilayah huruf
a, huruf b, huruf c dan huruf d.
STUDY KASUS
BPR/BKK milik Pemprov Jateng target
PAD Rp 26 miliar tahun 2010 ternyata mampu menyetor ke kas daerah Rp
29,98 miliar atau 130%
BPR Rohul (Riau) kini memiliki
aset Rp 25 miliar. Kegiatan usaha BUMD tersebut tahun 2010 ini menyumbang Rp
500 juta untuk penerimaan asli daerah (PAD).
KARANGASEM—PD BPR Bank Pasar Pemkot Solo
telah menambah peningkatan PAD. Tahun 2008 sebesar Rp 116,8 juta,
tahun 2009 sebesar Rp 201, 4 juta, dan tahun 2010 sebesar Rp
305,7 juta.
SAMARINDA BPR yang
mendapatkan poin positif, karena mampu menghasilkan PAD Rp 550 juta tahun
2010.
BINTAN- Berdasarkan hasil rapat umum pemegang
saham (RUPS) awal Maret 2011 lalu, laba kotor Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) Bintan tahun 2010 mencapai Rp2,7 miliar. Dari laba tersebut, BPR
Bintan memberikan kontribusi PAD kepada Pemkab Bintan senilai Rp1,18
miliar.
Baca juga cara jitu investasi
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus