-->

Selasa, Agustus 01, 2017

BUPATI BOLAANG MONGONDOW TERSANGKA, "ALHAMDULILAH"


"bupati bolaang mongondow" Selasa malam 25 Juli 2017 pukul 20.30 Wita saat rehat sejenak di lantai tiga seusai menaiki anak tangga gedung Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow yang setara tingginya pohon kelapa tersebab malam itu mendapat giliran membahas Rencana Kerja Anggaran APBD-P di ruang kerja Sekretaris Daerah kabupaten Bolaang Mongondow, tiba-tiba di sela-sela helaan napas yang tersengal-sengal saya menerima cuitan informasi dari beberapa kawan jurnalis bahwa Bupati Bolaang Mongondow sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Utara tadi sore pukul 15.30. 

Belum hilang rasa kaget saya, kira-kira pukul 21.00 Wita saat ibu bupati keluar ruangan kerja hendak pulang dan dicegat para kuli tinta guna diminta tanggapannya soal penetapan tersangka ini oleh Polda Sulut, sungguh diluar dugaan jawaban yang disampaikan beliau saat itu “alhamdulilah”. 

Hal-ihwal mengapa Bupati Bolaang Mongondow harus menyandang status tersangka, jauh sebelumnya sudah mafhum di ketahui publik bahwa ini bermula dari upaya paksa Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow pada PT Conch untuk tunduk dan patuh pada ketentuan yang berlaku. Setelah sukses sebelumnya Polda Sulut dengan aksi mengtersangkakan 27 SatPol PP Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow, kini giliran pucuk pimpinan daerah totabuan yang kena getahnya. 

Baca juga

Upaya Bupati 

Mundur ke belakang, cerita tentang sepak terjang PT Conch sejauh yang saya ketahui cukup mengundang tanda tanya besar dan diskusi panjang. Suatu ketika, saat bertemu dengan salah satu karyawan PT. Sulenco, sempat saya bertanya tentang maksud dan tujuan yang bersangkutan datang ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow. Alih-alih ternyata yang bersangkutan ingin mengurus dokumen rekomendasi tata ruang. 

Berbekal pengalaman pernah menjabat sebagai kepala kantor Sintap di awal pendiriannya tahun 2005 maka urusan perizinan bukan hal yang baru bagi saya sehingga kemudian saya sedikit berdebat kalau perusahaan bapak belum mengantongi rekomendasi tata ruang kenapa sudah berani membangun, bukannya nanti perusahaan bapak yang akan rugi jika rekomendasi dimaksud seandainya tidak akan terbit. 

Pertanyaan saya hanya di sambut dengan sejuta senyum penuh arti, dan karena tidak dijawab saya akhirnya hanya menunjukkan keberadaan ruang yang ingin dia tuju. 

23 Mei 2017 saat pertemuan di Hotel Sutan Raja kotamobagu saya mendengar untuk kedua kalinya ihwal PT Conch. Bupati Bolaang Mongondow saat itu memerintahkan beberapa instansi teknis untuk segera menyampaikan dokumen perizinan PT Conch yang sudah diterbitkan. 

Pun Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bolaang Mongondow yang diperintah oleh Bupati bahwa besok pagi harus segera membawa dokumen perizinan PT Conch ke meja kerja beliau. 

Pada posisi ini, saya haqul yakin Bupati Bolaang Mongondow sebetulnya sangat mengetahui persis tetek bengek legalitas standing PT Conch terkait aktivitas usaha pertambangannya. Jenis perizinan apa saja yang sudah dikantongi sejauh ini oleh PT Conch Cs. Berpegang teguh pada informasi yang sudah disampaikan ini, maka sesuai prosedur diambil langkah-langkah persuasif oleh Bupati Bolaang Mongondow pada PT Conch. 

Baca juga

Bila ingatan saya tidak selip, setidaknya sudah tujuh kali PT Conch di undang rapat oleh Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow guna membahas masalah dokumen perizinannya yang masih compang camping, alhasil selalu menemui jalan buntu karena yang datang ke rapat tersebut cuma perwakilan perusahaan. 

Sikap dan ulah kurangngajar PT. Conch yang kurang kooperatif dalam menjawab undangan rapat Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow tentu tidak bisa di biarkan begitu saja. Selaku pimpinan tertinggi di daerah yang memikul amanah rakyat, Bupati Bolaang Mongondow harus bersikap tegas dan keras terhadap investor nakal. 

Pilihan satu-satunya adalah cuma dengan langkah penertiban bangunan liar di areal lokasi pertambangan PT Conch. Pak Kapolda Sulut yang terhormat, tidakkah bangunan yang tidak memiliki ijin mendirikan bangunan disebut bangunan liar yang sudah sepantasnya, seharusnya dibongkar ? atau mungkin ada persepsi lain pak kapolda tentang hal ini. 

Merunut dari riwayat ini, yang patut dipertanyakan dimana letak kesalahan Bupati Bolaang Mongondow sehingga Polda Sulut menetapkan sebagai tersangka ? okelah kalau penyidik Polda Sulut mencomot Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke-1 KUHP jo pasal 52 KUHP Jo pasal 55, 56 KUHP atau pasal 406 KUHP Jo pasal 52 KUHP jo pasal 55, 56 KUHP, dijadikan alibi penetapan tersangka, bahwa bukti-bukti permulaan yang ada sudah lebih terang dari cahaya maka saya tidak dapat membantahnya. 

Kedangkalan persepsi klausul pasal-pasal itu tidak melihat obyek yang disangkakan secara rinci, apakah bangunan yang dirusak itu memiliki ijin mendirikan bangunan atau tidak. Jika begitu maka sejatinya mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok harus juga dijerat dengan pasal ini saat membongkar bangunan dilokasi kalijodoh, kali krukut, waduk pluit atau di Pulogadung. 

Lantas kenapa isi pesan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-undang 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung harus diabaikan bahwa bangunan gedung dapat di bongkar apabila salah satunya tidak memiliki izin mendirikan bangunan maka tidak seharusnya Bupati Bolaang Mongondow yang baru bekerja kurang lebih dua bulan sejak dilantik, diperlakukan dan ditetapkan sebagai tersangka. 

Mungkinkah ada niat lain menelikung bupati dibalik penetapan tersangka ini ? ataukah ini murni asupan pengetahuan dalam batok kepala oknum aparat penyidik Polda Sulut memang masih setinggi pohon tomat. 

pembaca, saya tidak bermaksud membela Bupati tapi apa yang dilakukan oleh Bupati Bolaang Mongondow sudah tepat dan sangat terang benderang dijelaskan dalam pasal 45 ayat 1 huruf i Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 ini. 

Ringkasnya setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenai sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan gedung. 

Jadi saya mau bilang disini, apa yang dilakukan oleh Bupati Bolaang Mongondow tidak menerabas aturan dan justru sebaliknya berusaha menjalankan peraturan dengan selurus-lurusnya sejalan sumpah janji pasal 61 ayat 2 Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah bahwa "Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa". 

Akan halnya bagi PT Conch, Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow sebetulnya dapat bersikap yang sama membawa masalah ini ke ranah hukum. Berkiblat pada pasal 46 ayat 1 dan 2 bahwa pemilik yang tidak mematuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-undang 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung di ancam pidana 4 tahun penjara dan denda 15 persen dari nilai bangunan maka PT Conch sangat berpeluang dijadikan tersangka. 

Langkah Hukum Pemerintah 

Merebaknya penetapan tersangka Bupati Bolaang Mongondow hingga menjadi viral di tingkat nasional, tak ditabukan adalah bukti kuat kekacauan konstitusi di negara kita. Benturan antar produk hukum yang terjadi, akhirnya terbukti secara sah dan meyakinkan telah mengamputasi kewenangan kepala daerah dan ujug-ujugnya bermuara pada penetapan tersangka. <
Menjadi pertanyaan kritis bagi kita semua, mungkinkah penetapan tersangka Bupati Bolaang Mongondow bisa di anulir ?. Jawabnya bisa saja. Salah satunya dengan langkah hukum praperadilan, tapi hal itu tidak akan saya bahas detail disini. 

Lepas dari praperadilan itu, bahwa penetapan tersangka Bupati Bolaang Mongondow oleh Polda Sulut berangkat setelah dilakukannya gelar perkara pada pagi harinya. Cara kerja seperti ini sangat jelas di muat dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2014 tentang Manajemen Penyidikan. 

Diterangkan juga disana bahwa terdapat 2 cara untuk melakukan gelar perkara yakni gelar perkara biasa dan gelar perkara khusus. Berbekal pengalaman saya di tahun 2014 menangani perkara serupa seorang karib sereriungan di Polda Sudut maka gelar perkara khusus dapat menjadi pintu masuk untuk menentukan keabsahan penetapan tersangka Bupati Bolaang Mongondow oleh Polda Sulut yang dilakukan lewat gelar perkara biasa. 

Pasal 71 ayat 2 huruf b Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2014 pun menjelaskan bahwa gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan terhadap kasus-kasus tertentu yang salah satunya menjadi perhatian publik secara luas. 

Apakah penetapan tersangka Bupati Bolaang Mongondow memenuhi kriteria pada pasal ini ? oh sudah pasti, pertanyaan selanjutnya kemana kita mengajukan permintaan gelar perkara khusus itu ? 

Cuma satu tempatnya, yakni ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di bilangan jalan Tirtayasa VII No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Mengapa harus ke Kompolnas kita mengadu? Karena itulah tugas utama Kompolnas bahwa selain memberikan saran pada presiden, juga menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian. 

Akhir kata, saya pikir wajib hukumnya gelar perkara khusus di lakukan Polda Sulut, tentunya dengan dihadiri komisioner Kompolnas biar obyektivitas ditegakan dan spekulasi sesat publik benar-benar hilang tak berbekas. Inilah batu ujian sesungguhnya bagi pak Kapolda Sulut, apakah institusi di bawah besutannya masih memiliki integritas dan kredibilitas yang mumpuni, mengingat masih banyaknya suara-suara sumbang yang masih mencibir kinerja kepolisian. 

Kembali ke pokok judul tulisan ini, benar adanya kalau Bupati Bolaang Mongondow sempat berujar “alhamdulilah” soal statusnya yang tersangka. Ungkapan rasa syukur itu tentu sarat multitafsir yang tidak bisa diterjemahkan membabi buta. Bahwa makna sesungguhnya paling mendekati, mari saya di uji bahwa apa yang saya lakukan sudah benar atau tidak. 

Baca juga
Bagikan artikel ini