-->

Kamis, Oktober 26, 2017

SOLUSI SENGKETA TANAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

"sengketa tanah perkebunan" Seolah menjadi sebuah tradisi kutukan dan tullah (baca : kualat) yang dilembagakan di Kab. Bolaang Mongondow, setiap berhembus kabar investor mulai melakukan aktivitas usahanya maka sejalan itu pula muncul kepungan pelbagai masalah.  

Ini kejadian kedua sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit harus berhadap-hadapan lagi dengan masyarakat setelah sebelumnya tahun 2013 lalu PT Inobonto Indah Perkasa mengalami masalah serupa. 

Hari itu Senin 9 November, karena kesal dengan PT Karunia Kasih Indah (KKI) masyarakat Kec. Lolak dan Kec. Sang Tombolang  akhirnya menggelar  aksi  mimbar bebas  ke Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow. 

Investor nakal

Tema utama yang diumbar  dalam aksi tersebut adalah menolak kiprah dan sepak terjang PT Karunia Kasih Indah (KKI) anak perusahaan Izisen Grup yang dalam melakukan investasi perkebunan kelapa sawit  berkesan  sangat pandang enteng dan cacat hukum.  

Sejumlah alasan  tak luput  disemburkan dalam aksi demo tersebut mulai  dari persoalan harga tanah yang tidak sesuai kesepakatan, soal alih fungsi lahan dari pertanian ke perkebunan sampai pada perkara pengusiran masyarakat yang akan berkebun di wilayah Hak Guna Usaha (HGU) yang dikuasai.
 
Tudingan masyarakat itu dititik ini sah, dan menilik sekian keluh kesah yang berkesiuran itu, dalam pandangan saya adalah soal pengusiran masyarakat di wilayah Hak Guna Usaha perusahaan yang sangat pas untuk diberi perhatian khusus. 

Pasalnya jika ditelusuri secara cermat, wilayah HGU  ini  menjadi pondasi terdepan PT. Karunia Kasih Indah berani menancapkan kukunya guna berinvestasi  di wilayah Kecamatan Sang Tombolang dan Kec. Lolak.
Adalah elaeis guineensis nama latinnya atau sering disebut sebagai kelapa sawit yang menjadi pangkal soalnya, sebuah nama yang terbilang cukup cantik  bak nama seorang bidadari dalam tokoh pewayangan yang turun mandi di danau Mooat.  

Tanaman ini berdasar silsilahnya berasal dari golongan spesies hasil domestikasi, maksudnya tanaman yang proses tumbuh berkembangnya melalui tahap budidaya (baca berkebun). 

Sejalan namanya yang cantik itu, pun tanaman ini menawarkan gurihnya keuntungan yang dapat di raup siapa saja untuk mempertebal kantong pribadinya.  

Jadi tidak terlalu mengherankan banyak perusahaan di Indonesia berbondong-bondong melirik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit yang salah satunya PT Karunia Kasih Indah (KKI).
 
Konon katanya tanaman kelapa sawit ini sebenarnya berasal dari benua hitam Afrika,  dan kemudian masuk ke Indonesia dengan perantara Pemerintah Hindia Belanda tahun 1848.
Saat itu  kelapa sawit ini mulai dibudidaya  pertama kali  di pulau Sumatera, tepatnya  di wilayah Deli dan Aceh. 

Sejalan waktu berlalu,  akumulasi jumlah lahan garapan yang telah di tanami kelapa sawit telah berkembang mencapai 8 juta Ha, begitu kata Teguh Patriawan ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia.  

Sejumlah para pakar ekonomi pun sepakat mengatakan bahwa secara nasional investasi perkebunan kelapa sawit ini akan mampu mengerakkan perekonomian daerah-daerah terpencil. 

Selain itu juga investasi di sektor ini akan mampu menyerap tenaga kerja 5 juta orang secara langsung dan 3 juta orang sebagai tenaga tambahan diluar kebun.

Ini berarti investasi sektor perkebunan kelapa sawit sesungguhnya dapat menjadi andalan dan salah satu pintu masuk untuk menggerakkan ekonomi nasional yang 1 tahun belakangan masih loyo. 

Apalagi perkara investasi ini sebelumnya telah di kukuhkan dan di perkuat lewat paket kebijakan ekonomi jilid I – VI oleh pemerintahan Jokowi, yang kesemuanya itu ditujukan untuk memperkuat geliat investasi di level nasional dan daerah yang lagi suram.

Solusi Sengketa lahan perkebunan

Terlepas dari paket kebijakan ekonomi itu,  aksi demo masyarakat senin lalu menjadi penanda bahwa investasi yang dilakukan PT. Karunia Kasih Indah masih menyisakan sejumlah masalah serius. Ini menjadi signal buruk serta titik nol bahwa investasi yang mereka lakukan, diperkirakan kedepannya  tidak akan membawa dampak apa-apa bagi perekonomian daerah. 

Dengan melihat kondisi tersebut maka seyogyanya inisiatif pembenahan harus segera diambil  Pemerintah Daerah Kab. Bolaang Mongondow, dikhawatirkan sengketa tanah perkebunan kelapa sawit menyimpan titik titik panas yang setiap saat dapat meletup menjadi konflik sosial yang berujung anarkis.  

Peristiwa pembakaran base camp perusahaan pasir besi  di desa Paret Kab. Bolaang Mongondow Timur 4 tahun silam adalah sebuah contoh kasus yang dapat dijadikan sebuah pelajaran kita bersama.        
      
Sementara itu, sadar akan pentingnya investasi dalam menggerakan sumbu perputaran ekonomi daerah Kab. Bolaang Mongondow, saat menerima pendemo lalu sebagaimana telah di lansir manado post, Bupati Bolaang Mongondow Salihi Mokodongan  tegas memberikan solusi bahwa “aktivitas bercocok tanam warga harus terus berjalan dan tidak perlu takut dengan intimidasi. 

“Saya perintahkan tetap menanam, tapi tidak ada yang merusak lahan perkebunan sawit,” http://manadopostonline.com/read/2015/11/1 /Diduga-Usir-Petani-Warga-Datangi-Pemka/11076
       
Instruksi bupati ini bersifat final dan binding (baca : terakhir dan mengikat) tidak bisa dilakukan upaya banding  di jenjang manapun. 

Pada konteks ini saya mengamini  dan menjunjung tinggi di atas jidat keputusan bupati itu. Masyarakat petani tak boleh menjadi tumbal atas nama sebuah investasi kurang lebih begitu tafsirnya di balik instruksi bupati tersebut. 

Instruksi bupati  itu merupakan sebuah solusi dan kartu kuning peringatan  sekaligus  sebuah tamparan keras kepada investor agar mereka jangan berlagak dungu,  polos dan tidak tahu menahu  dengan kewajiban mereka terhadap masyarakat sekitar.

Bukan tanpa alasan instruksi bupati tersebut dikeluarkan, berbekal pengalaman memimpin pemerintahan Bolaang Mongondow  selama 4 tahun lebih maka orang nomor satu Bolaang Mongondow cukup mahfum dan tahu persis referensi yang tepat  untuk menjawab keluh kesah masyarakat yang dipimpinnya. 

Senada instruksi yang telah disampaikan bupati itu, kurang lebih substansinya hampir sama dapat ditemukan dalam  Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan.  

Dapat disimak pada penjelasan pasal  11 ayat 1 yang berbunyi perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan. 

Selanjutnya ayat 3 dan 4 secara ringkas menekankan pembangunan kebun masyarakat itu dilakukan bersamaan pembangunan kebun yang diusahakan dan itu harus di ketahui  bupati.

Pada konteks tiga ayat ini cukup clear dan tak perlu di beri tafsir lain lagi, kewajiban apa saja yang harus dipikul anak perusahaan Izisen Grup ini sudah cukup jelas. 

Untuk itu  pihak  Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bolaang Mongondow perlu bergegas diri mengeksekusi  pencerahan yang dikandung maksud peraturan ini. 

Hemat saya, dokumen pakta integritas harus hadir di sana dan sejalan itu Dinas Kehutanan dan Perkebunan bersama pihak investor dan sangadi  perlu berembug menetapkan wilayah pembagian lahan garapan serta siapa anggota masyarakat yang mendapat jatah lahan berkebun di areal HGU yang dikuasai perusahaan. 

Perspektif ini merupakan sebuah cara win-win solution yang cukup tepat dan  dapat mengurangi sikap rakus investor sehingga  mampu menjadi jembatan penghubung kepentingan masyarakat dan kepentingan investor.

Seandainya pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit
tidak mengindahkan pada aturan main ini  serta tetap mangkir dari kewajibannya maka rasanya cukup sah  kita beri tamparan keras beramai-ramai direktur utamanya agar cepat sadar. 

Saya sendiri akan ikhlas menyumbangkan 100 kalori untuk satu dua tamparan  mungkin dengan sedikit tambahan bonus tendangan mawashi geri dan mae geri bak karate yang terkenal cukup ampuh merontokkan gigi dan mampu menghujam ke ulu hati lawan tanpa ampun.  

Sejatinya sebagai tamu yang baik di negeri orang, pihak investor jangan terlalu berambisi dan berlebihan serta bernapsu ingin menguasai seluruh lahan HGU yang ada  tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat lokal.
 
Mumpung belum terlambat, pihak  investor mestinya taat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dan telah di gariskan oleh pemerintah. 

Ini nantinya  akan memberikan rasa nyaman pada mereka sendiri   tanpa harus diserang sindrom harap-harap cemas. 

Semoga sengketa lahan perkebunan  kelapa sawit ini bisa segera diakhiri,  dan masyarakat perlu sedikit bersabar karena ada sejumlah proses yang harus dilakukan untuk menyelesaikan silang sengketa ini.  

Akhirnya semua pemangku kepentingan perlu rehat sejenak dan menahan diri agar diperoleh jalan keluar yang padat berisi, memuat sejumlah langkah-langkah taktis terukur yang tidak memakan korban di kedua belah pihak bertikai. Kita tunggu    

Baca juga  
Bagikan artikel ini