-->

Selasa, Juni 14, 2016

KORUPSI LEWAT PERJALANAN DINAS PNS, BAHAYA

perjalanan dinas Begitu dekat dari ingatan kita demonstrasi anggota Satpol PP Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow beberapa bulan silam, yang memprotes keras aksi korupsi berupa pemotongan honor mereka oleh atasannya. T ak bisa ditampik, hal serupa terjadi lagi di Dinas Kesehatan Kotamobagu sebagaimana dirilis salah satu media online totabuanews.com yang menurunkan berita terkini “pegawai Dinkes Kotamobagu keluhkan pemotongan uang perjalanan dinas (sppd)”. 

Potong Perjalanan Dinas, Korupsi

Ayolah kalau mau jujur di bulan kebaikan ini, sebetulnya, pemotongan perjalanan dinas  demikian itu   marak terjadi di SKPD bahkan sangat banyak tetapi saya harus adil juga mengatakan tidak semua SKPD begitu.  

Berkilah dengan dalih sebuah kebijakan yang hanya dia sendiri dan tuhan yang tahu  maka   serial kisah nyata Frank Abagnale catch me if you can yang populer di tahun 2002 bermula. 

Singkat cerita seorang pemuda yang diperankan Leonard  Dicaprio  begitu lihai   melakukan aksi tipu-tipu dengan mengumbar iming-iming janji sana sini, berubah-ubah peran yang ujug-ujugnya membuat targetnya terperdaya.   

Pun tak berbeda jauh  dengan aksi korupsi  perjalanan dinas pns  yang di sunat  oleh oknum pimpinan SKPD, rata-rata secara total berdalih kebijakan. 

Kebijakan seperti apa yang dimaksudkan, cuma tuan pejabat  sendiri yang tahu.  Sudah demikian, percayalah program kegiatan pun ikut-ikutan dilirik minta jatahnya atas nama kebijakan. 

Walhasil mematik reaksi protes bawahan  dan bergeser  ke ruang publik. Jurus pamungkas pun berkelit dari tundingan ke hidung “sang koruptor” coba ditepis   bahwa kejadian itu tidak benar. 

Lantas, apakah betul pemotongan perjalanan dinas pns   itu tidak  terjadi ? Inta, pembuktiannya harus melalui proses hukum, tapi bagian serunya di sini dalam klausul pasal 184 KUHAP  menyatakan  kesaksian merupakan salah satu alat bukti yang sah dan dapat diterima, bahwa telah terjadi  peristiwa tindak pidana melawan hukum.

Pembaca, mungkinkah ada asap tanpa api dan motif apa kira kira seorang staf harus berceloteh, dan berjumpalitan menelanjangi dan meruntuhkan kewibawaan pimpinannya kecuali untuk satu alasan  rasa sakitnya tuh di sini pak dan bu kadis.  Hak perjalanan dinas kami selalu di potong.

Jadi,  sangat terlalu dan bikin malu  ada  pejabat publik yang seyogyanya diteladani anak buahnya tapi membuka praktek ala bandit. 

Menjadi seorang pimpinan SKPD patut disyukuri karena bukanlah hasil kocokan undian mamak mama k, pastilah dilakukan melalui mekanisme yang diatur undang-undang. Hampir pasti sikap perilaku mereka terjaga rapi, tapi nyatanya itu mimpi.

Yang tampak justru keserakahan bin rakus, parahnya penyakit itu menular sehingga masuk dalam arus pusaran korupsi. 

Ini bukan meme lucu-lucuan maka  harusnya kepala daerah perlu segera bersikap dengan mengganti model pejabat seperti ini karena cuma  menjadi biang kerok rapuhnya sistim kerja di SKPD serta melorotkan etika kepatuhan terhadap perundangan.

Korupsi itu Psikopat

Robert Klitgaard seorang professor di Universitas Claremont California,  dalam artikelnya yang berjudul International Cooperation Againts Corruption memformulasikan rumus korupsi yakni C = M + D – A (Corruption=Monopoly  plus Discretion   minus  Accountability). 

Bahwa korupsi itu terjadi karena monopoli dalam bentuk kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki ditambah keleluasaan bertindak dikurangi rasa bertanggungjawab yang rendah.

Seandainya korupsi itu dilakukan orang miskin yang dalam posisi kepepet, saya berkeyakinan tinggi masyarakat  akan mahfum, walaupun itu tidak berarti dilegalkan. 

Perbuatan korupsi tetap dianggap perbuatan jijik  yang merunut pada hasil penelitian   psikologi orang-orang tersebut semuanya psikopat. 

Dr hare dalam bukunya “Without Conscience” menjelaskan secara gamblang ciri-ciri orang psikopat  itu yakni tidak mempunyai hati nurani dan melakukan perbuatannya dengan penuh kesadaran. Alhasil, setiap celah apapun asal  mampu meraup rupiah akan selalu disikat tanpa sisa.

Duduk perkaranya sekarang  korupsi itu dilakukan oleh orang yang sudah punya penghasilan  besar  dengan setumpuk tunjangan  jabatan kok masih tega menganiaya bawahannya sendiri yang secara  struktural justru banyak membantu dalam perkara-perkara pekerjaan kantor ? 

Situasi ini tidak baik dan kentara motif ularnya, diam sejenak hanya untuk mencari kesempatan melepas syahwat liar kebinatangannya. Urusan visi, misi, pihh, cuma enak didengar lantunannya saat rapat-rapat tapi apa itu akan dikerjakan, taik kucing.

Baca juga
Kocok Ulang Pemotongan TPP ASN

Dalam teori Gone yang diperkenalkan Jack Bologne, menyebut ada 4 penyebab korupsi, salah satunya greed yaitu  nafsu serakah, selalu kurang dan tidak puas dengan apa yang dimiliki. 

Selalu ingin memiliki yang lebih banyak, lebih baik dengan cara apapun.  Di titik inilah, kita boleh berkesimpulan, seorang koruptor imannya  masih setipis kulit ari kopi, berwarna hitam jelaga yang biasanya jadi pemanis “panta  belangkang”.

Rasa-rasanya berbagai peristiwa hukum yang berkesiuran di publik di level nasional maupun dalam kandang sendiri  belum cukup dijadikan pelajaran dan membuat nyali kendor oknum pejabat agar tidak berbuat hal serupa. 

Apakah dipikir dijaman yang serba elektronik ini, bau busuk bak amisnya ikan tude itu tidak akan tercium oleh publik ? Saya harus menahan gelak tawa, setiap kali mengetahui peristiwa busuk itu  mampir ke ruang publik.

Beruntunglah aksi-aksi heroik komisi pemberantasan korupsi selama kurun 10 tahun terakhir ternyata banyak mengilhami kalangan staf aparatur sipil negara untuk melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di instansi mereka. 

Apa lagi saat ini sudah dikukuhkan dengan mudahnya seseorang melaporkan suatu peristiwa hukum secara online tanpa perlu bukti awal, maka ke depan diperkirakan kasus-kasus korupsi semakin mengular, padat merayap di lembaga-lembaga penegak hukum.

Barangkali solusi layanan aplikasi E-Carlota da pat menjadi solusi jitu pemerintah daerah mengatasi perilaku liar dan tak beradab oknum pejabat. 

Ini akan menjadi media penyeimbang  antara hak dan kewajiban seorang aparatur sipil negara sehingga kendati dia itu hanya seorang staf  dengan golongan ruang  II.a akan merasa dihargai dan didengar segala keluh kesahnya. Staf juga kan manusia, sakitnya tuh di sini kalau anda sebagai pejabat terlalu rakus.

Baca juga : Korupsi itu Halal

Bagikan artikel ini