-->

Minggu, April 24, 2016

CARA JITU INVESTASI

Pikiranku
Tag line investasi bukan hal baru kita dengar dan baca, tak ayal hampir setiap saat  kita selalu saja menggunakan kosa kata ini di setiap perbincangan  entah itu serius atau sekedar bermulut manis lidah bercabang alias mononte’ek  lawan bicara. Pendek kata,  apa pun yang kita keluarkan kemudian berujung meraup  untung di klaim sebagai sebuah investasi. Di masa-masa sekarang ini  soal investasi sangat mendapat perhatian lebih serius pemerintah di semua jenjang.  
Walau  laporan Doing Business menyebutkan tahun 2015  peringkat investasi  Indonesia naik cukup signifikan ke posisi114 dari sebelumnya 120, namun kenaikan itu belum cukup membuat  Presiden Joko Widodo berpuas diri. Target pembenahan yang terindikasi kuat menghambat investasi pun di bidik presiden, tak tanggung-tanggung 11 paket kebijakan ekonomi  telah diluncurkan.
 
Seirama itu, guna lebih menggeliatkan arus investasi di Indonesia yang lagi terenggah-engah maka pola jemput pola mengunjungi kantong-kantong investor di berbagai negara kerap dilakukan oleh presiden Jokowi. 


Di sadari beliau, bahwa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa hanya bersandar semata dengan mengeksekusi pengeluaran pemerintah yang terkenal begitu lambat penyerapannya  namun perlu juga diperluas  lewat  injeksi dana segar pihak swasta yang berkantong tebal.

Kejadian melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 lalu menjadi buktinya, bahwa  selain dipicu begitu hebatnya tekanan isu rencana penurunan suku bunga bank central Amerika Serikat (The Fed), di tambah kebijakan moneter pemerintahan Tiongkok yang mendevaluasi mata uang Yuan serta kejatuhan harga komoditi dunia, juga disulut  oleh faktor jebloknya  tingkat penyerapan anggaran kementerian sampai ke tingkat pemerintah daerah. 


Parahnya juga, disinyalir 42.000 peraturan  pemerintah dan turunannya turut menjadi penyumbang dan  biang kerok penghambat investasi di Indonesia. 

Terlepas dari penghambat investasi itu, di berbagai literatur ekonomi makro sudah menjelaskan  secara tuntas, pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari  pengeluaran pemerintah, konsumsi, investasi, ekspor dikurangi impor. 


Nah, cukup jelas   faktor investasi dan pengeluaran pemerintah menjadi salah satu remote  yang mengendalikan naik turunnya pertumbuhan ekonomi baik di level  nasional maupun regional.  Untuk variabel konsumsi, ekspor dan impor  pada  ulasan ini akan saya abaikan dulu.

Kotamobagu adalah salah satunya, daerah yang mengadang-gadang tahun 2017 nanti disebut sebagai tahun investasi. Dengan visi Walikotanya Kota Model Jasa, maka hampir bisa dipastikan bahwa investasi di maksud lebih menitikberatkan pada di’la bin kulit in bibig (baca : rasa), yakni  sesuatu yang tak bisa di lihat (intagible) namun dapat dinikmati ketika kita memakai produk jasa itu. 


Sejak itu bisa dikatakan jasa  ini bak hantu, sangat pas benar, tak bisa di lihat namun acapkali  membuat strom-strom, orang panas dingin, hilang akal bahkan sampai gurumi.

Lepas dari soal gurumi itu, Badan Pusat Statistik Kotamobagu sudah meliris data pertumbuhan ekonomi Kotamobagu pada periode tahun 2014 lalu berkisar di angka 7, 78 % (tahun 2015 nanti keluar Juni 2016). 


Angka ini terbilang cukup bagus karena lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi propinsi 7.5%. Pertanyaan besarnya mengapa pertumbuhan ekonomi Kotamobagu bisa meroket begitu tajam, apa yang sesungguhnya sedang terjadi ? Adakah kebijakan  ekonomi luar biasa pemerintah Kota yang di buat sehingga membuat orang sampai tercengang-cengang  ?

Jika mengcermati soal kebijakan ini, maka kita terang-terangan saja bahwa kebijakan itu belum ada, namun satu hal yang pasti  keberadaan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) sangat banyak membantu membuka   ruang gerak  bagi pelaku pelaku usaha. 


Riak-riak  pengelolaan perijinan terendus dikelola cukup profesional, bebas dari pungutan liar dan modus cari untung. Akibatnya   pendulum ekonomi itu tidak bergerak liar, cukup stabil  walau itu terkadang harus dilewati  melalui  drama  bersilat lidah yang tajam dengan sebagian anggota  DPRD Kota Kotamobagu. Silahkan dibaca  juga alasan-alasan mengapa izin itu diberikan secara mudah pada posting sebelumnya izin gampang pengusaha senang

Alhasil sampai periode tahun 2016 ini beberapa group investor semisal sutanraja, indomaret dan alfamart sangat bersikukuh dan kepincut membuka cabang usahanya  di wilayah Kotamobagu. 

Tak itu saja beberapa pengusaha perbankkan ternyata turut juga ambil bagian  mengumbar syahwat investasinya di Kotamobagu. Tercatat sampai akhir tahun 2015, 20 bank telah membuka kantor cabangnya di wilayah Kotamobagu. Lantas apa imbasnya ?  jika merunut data yang di rilis Bank Indonesia cabang Menado memperlihatkan bahwa imbas kehadiran  20 bank itu telah menggerek peningkatan kucuran kredit usaha.  

Terhitung pada periode Januari – Desember 2014  lalu nilai kredit yang berhasil disalurkan sangat spetakuler, bergerak di kisaran 190 – 200 Milyar per bulan. Ini dia sumber penyebabnya mengapa pertumbuhan ekonomi Kotamobagu begitu mengagumkan dan mencengangkan serta sulit ditandingi daerah lain.

Terkait kredit perbankkan yang tinggi itu maka secara absout akan memompa adrenalin   nilai Incremental capital output ratio (ICOR). Nilai ini merupakan satuan ukur yang membeberkan  bertambah tidaknya jumlah barang dan jasa yang ada di Kotamobagu. 


Dikhawatirkan  pertumbuhan ekonomi  Kotamobagu adalah pertumbuhan ekonomi semu, oleh sebab dorongan inflasi karena  terjadi kenaikan harga BBM nasional. Kita masih diperkenankan berbual-bual bahwa  target kota model jasa hampir dicapai karena pertumbuhan ekonominya  yang tinggi tapi  apakah itu sesuai   realitasnya, itu perkara lain yang mesti  diuji secara cermat  agregat  produk yang dihasilkan (ICOR).  

Namun sangat disayangkan sekaligus disesali, analisis mendalam soal ini belum pernah dibuat dalam  tabel input – output perekonomian Kotamobagu. Jika dikonklusi mungkin karena cukup sulit hitung-hitungannya ataukah ini menampakkan sisi gelap ketidakmampuan pejabat teknis di dalamnya.  


Sekiranya cukup familiar dan memiliki pengetahuan ekonomi yang cukup memadai, maka kita bisa membaca gambaran makro ekonomi Kotamobagu secara lengkap lewat tabel ini. Berapa  target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan 1 – 5 tahun kedepan,   berapa proyeksi kebutuhan anggaran  per sektor, termasuk anggaran untuk menghasilkan satu unit output (baca:ICOR). Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri Pemerintah Kotamobagu yang perlu diikhtiarkan lebih serius untuk dilakukan.

Sangat ironi dan lucu, jika visi kota model jasa tidak didukung data dan analisis yang kuat  menyangkut perekonomian Kotamobagu lewat model input-output. 


Terpantau sejauh ini data ecek-ecek yang banyak  beredar ke publik cuma berputar-putar  Kotamobagu dalam angka yang menghipnotis dan membius nalar sehat kita. Lantas apa dampaknya ?   

Jelas, berdasar hubungan sebab-akibat berakibat : pertama asumsi-asumsi yang dipasang untuk penyusunan dokumen RPJMD/RKPD akan premature dan kabur, condong bersifat duga-duga dan spekulasi yang berujung debat kusir.  Kedua:   muncul ke permukaan model alokasi anggaran  SKPD yang over estimate dan berpotensi  SiLPA.  

Kombinasi alokasi anggaran program yang berlebihan   di tambah penataan perencanaan anggaran kas SKPD yang buruk  jelas akan mengamputasi tingkat penyerapan pemerintah daerah. 

Baca juga
Cara Cepat Mengurangi Silpa APBD yang besar

Situasi  tidak bagus ini akan melorotkan pertumbuhan ekonomi  daerah, paling mungkin statis tidak bergerak. Di titik ini maka cukup pantas   para pemangku kepentingan bersikeras memperkuat   kontraksi penyerapan anggaran SKPD, ditendang sekuat mungkin kendati  anggaran itu hanya untuk program pelatihan membuat tarepak dan dinangoi.  

Jadi,   kata kementerian keuangan RI defisit APBD tidak boleh melewati 5.5 persen (batas tertinggi) dari PDB agar pertumbuhan ekonomi bisa tinggi dan kalau perlu defisit itu harus bernilai nol (tanpa rupiah).        

Mengingat  tahun  2017 nanti adalah tahun investasi maka seyogyanya tidak boleh lagi tahun anggaran 2016 ini terjadi SiLPA yang tinggi. Sebaiknya pula untuk memuluskan tahun investasi tersebut agar terlihat kinclong, pemerintah Kota Kotamobagu menyiapkan cara-cara jitu berinvestasi yang dituangkan ke dalam peraturan daerah tentang investasi daerah. 


Musababnya,  cara pandang investasi berdasar sumber modalnya ada dua jenis pertama :  melalui pembiayaan APBD  bahwa anggaran dimungkinkan terpakai  untuk membeli produk  perbankkan semisal pembelian portofolio dan sejenisnya, serta kegiatan non perbankkan semisal pembiayaan koperasi, UMKM dsb (Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah), 

Kedua  : Melalui pembiayaan swasta dengan mengucurkan uangnya di sektor-sektor produktif. Namun celakanya ada investasi swasta yang bodong dan menipu, penuh dusta serta omong kosong yang merebak akhir-akhir ini di tempat lain.

Fenomena miris seperti ini perlu diredam segera agar  tidak menular  di Kotamobagu, untuk itu tak disyak perlu kreatifitas pemerintah Kotamobagu mengembangkan paket cara-cara berinvestasi yang ideal dan melindungi kepentingan publik.  


Di ujung lain, agar tercipta role model investasi pemerintah yang oke dan sama-sama happy menggunakan anggaran beraroma gincu (APBD)   maka harus  dipahami satu bagian penting, bahwa  investasi jenis ini dikategorikan sebagai kekayaan daerah yang dipisahkan.

Persepsi ini membutuhkan  peraturan daerah yang terpisah  untuk  mengatur pemanfaatan anggaran itu agar terang benderang sehingga  nantinya pemerintah daerah tidak bertindak konyol, rakus, menyia-nyiakan uang rakyat untuk investasi yang samar-samar, kurang jelas dan hanya memperkaya oknum tertentu.

Menariknya, keberadaan peraturan daerah tentang  investasi daerah ternyata dapat  menjadi pintu masuk untuk membuat badan usaha milik daerah. 


Magic point yang dapat menjadi diskusi hangat kita di sini,  bagaimana kalau BUMD nya sudah ada lebih dulu semisal  PD Gadasera dan PDAM milik Pemerintah Daerah Kab. Bolaang Mongondow tapi peraturan daerah tentang investasi sendiri belum dibuat. Dapatkah pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk penyertaan modal ? Jawabannya   secara tegas tidak bisa. Jangan karena inilah, BPK mendapat alasan tepat untuk menempeleng, sekedar memberitahu bahwa itu tidak boleh

Kalau muncul kilahan  nanti bahwa nilai penyertaan modal ini telah diikutkan dalam  Peraturan daerah tentang APBD pada komponen pembiayaan maka  coba di perhatikan secara teliti adakah pemanfaatan secara rinci  anggaran itu telah dibeberkan. 


Pasti  angka yang ditempatkan pada kolom pembiayaan adalah angka gelondongan. Ini bentuk pembangkangan yang  menerabas asas transparan dan akuntabilitas yang di atur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan APBD. 
 
Akhirnya,  tahun 2010 lalu  Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pusat telah menetapkan tujuh propinsi sebagai kawasan paling unggul dalam menarik investasi yakni Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. 

Penetapan ketujuh propinsi ini  dinilai  dari keseriusan pimpinan daerah mendatangkan investasi seperti   indikator kesiapan investasi di suatu daerah menyangkut proyek investasi yang ditawarkan, kesiapan pemerintah daerah memberikan iklim investasi yang kondusif, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA), serta dukungan sarana dan prasarana daerah. Akankah Kotamobagu masuk pada zona kawasan yang lebih menarik untuk berinvestasi tahun 2017 nanti ? Kita tunggu bersama apa jawabnya

Pepatah adat orang Mongondow : Obagani In Akuoi Babibiton ku In Iko (dukunglah pemerintahanku dan aku akan menyejahterakan kamu) adalah ungkapan sederhana yang dapat dijadikan pegangan bagi kita. Olehnya mari kita semua  berbuat lebih maksimal lagi membantu pemerintah yang ada saat ini kendati harus membuat mata merah dan panas kuping sejumlah pihak yang alergi dengan pertanyaan kritis. 

Baca juga
Bagikan artikel ini