-->

Kamis, Mei 05, 2011

WALIKOTAKU SAYANG

"walikota kotamobagu"
Secara sederhana seorang pemimpin (baca walikota) haruslah mendengarkan, bertindak atas nama dan untuk masyarakat yang di pimpinnya. Bagaimana kejadian bisa seperti itu, saya pikir cukup banyak literature, referensi peraturan pemerintah dan undang-undang yang bisa di baca untuk menjelaskan hal tersebut. 

Selaku warga kotamobagu, yang notabenenya saya juga ikut memilih walikota Kotamobagu yang sekarang di tahun 2008, di benak saya saat itu terpapar bahwa sosok pemimpin Kota Kotamobagu adalah orang yang mengerti tentang seluk beluk Kotamobagu, sosok yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat,mau mendengarkan setiap keluhan rakyat yang di pimpinnya, terbuka dalam menerima kritikan maupun saran dari siapa saja.

Untuk membuktikan gambaran ideal pemimpin sebagaimana yang saya pikirkan dalam rongga otak sadar saya maka bersama beberapa teman, anggota lembaga pengkajian pengembangan pertanian organic terpadu, berinisiatif memberikan sumbang saran tertulis. Materi saran yang kami sampaikan lahir melalui suatu kajian ilmiah dan diskusi berdasar data-data dan fakta lapangan yang ada, dan akhirnya materi tersebut di sampaikan mengikuti protokoler yang berlaku di sekretariat daerah. Harapan terbesar kami bersama teman-teman setidaknya setelah membaca apa yang kami sampaikan tersebut walikota mau terbuka untuk menerima atau paling tidak kami dan teman-teman di ajak berdiskusi. 

Dua minggu setelah di sampaikan materi tersebut, alhasil hilang entah kemana (meminjam istlah saudara katamsi di bawa tuyul). Untuk kedua kalinya bermodal pribadi sumbang saran tersebut di sampaikan dan ujung-ujungnya berakhir pula yang sama, raib entah kemana. Setelah berdiskusi dengan teman-teman maka di putuskan untuk berdialog secara langsung dengan walikota dan dalam satu kesempatan pada saat puasa sekitar bulan September tahun 2009 peluang itu pun akhirnya datang. 

Dengan membawa peralatan notebook dan LCD bersama beberapa teman, kami berkunjung ke sekretariat daerah kota kotamobagu. Tak lama menunggu giliran, akhirnya kami di persilahkan masuk bertemu dengan walikota. Setelah berbasa basi sedikit selayaknya orang yang bertamu, kami menyampaikan saran kepada beliau yang pada intinya bahwa kebijakan pengembangan sector pertanian berbasis organi k perlu untuk di jadikan sector basis unggulan dalam rangka mendorong percepatan pembangunan kota kotamobagu.
 
Baca juga
Menanti kejutan walikota

Namun belum selesai materi yang kami sampaikan langsung di tanggapi oleh beliau yang pada intinya bahwa kota kotamobagu adalah kota jasa yang di bangun dengan mengaktifkan peranan koperasi. Bisa kami maklumi pemikiran beliau seperti itu, namun fakta dan data lapangan 70 % masyarakat kota kotamobagu masih menggantungkan hidupnya pada sector pertanian dalam arti luas. 

Pertemuan kami tersebut tidak berlangsung lama kurang lebih 30 menit dan walikota yang justru banyak menjelaskan arah pembangunan kota Kotamobagu kepada kami. Artinya kami tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan secara rinci, detail blue print kebijakan yang dapat memberikan peluang percepatan pembangunan kota kotamobagu.
Terlepas dari pertemuan pertama kami tersebut, sekitar tgl 23 Desember 2010 dalam suatu forum lokakarya yang di selenggarakan oleh Aliansi Mahasiswa Bolaang Mongondow Raya (AMBARA) bertempat di gedung bobakidan dengan tema utama maksilisasi potensi kedaerahan dalam mewujudkan propinsi Bolaang Mongondow raya lembaga kami di undang selaku salah satu nara sumber yang akan memberikan penjelasan tentang pemanfaatan tanah pada session hari pertama. 

Sesuai jadwal panitia, session tanya jawab akan berlangsung pada hari kedua. Terlepas dari undangan selaku nara sumber pada loka karya tersebut, saat di akhir dari acara tersebut di mana di hadiri juga oleh walikota kota kotamobagu yang memberikan penjelasan tentang kebijakan yang di tempuh oleh pemerintah kota kotamobagu dalam menyikapi wacana pembentukan propinsi Bolaang Mongondow Raya. 

Hal yang menarik bagi kami beliau juga menjelaskan tentang 3 pilar fundamental yang di bangun dalam kerangka pembangunan kota Kotamobagu yakni sector kesehatan, pendidikan dan sector jasa.
Pasca penjelasan walikota, dalam kesempatan tanya jawab saya secara pribadi sesuai bidang ilmu yang sedikit saya pahami yakni keuangan daerah, menyampaikan saran yang pada intinya kebijakan luar biasa (extra ordinary) perlu di ambil oleh walikota dalam rangka mendorong percepatan pembangunan kota kotamobagu. 

Sektor jasa yang di harapkan menjadi salah satu tumpuan perekonomian kota kotamobagu dapat di berdayakan dengan peranan secara aktif pemerintah kota kotamobagu memfasilitasi pengembangan usaha skala kecil dan menengah. Keterbatasan kewenangan pemerintah kab/kota di bidang moneter dan fiscal menjadi salah satu penghalang yang berpengaruh pada akses permodalan para pelaku ekonomi. 

Untuk mengatasi hal ini, salah satu terobosan yang dapat di lakukan oleh pemerintah kota kotamobagu adalah membentuk perbankkan daerah yang 100% sahamnya milik pemerintah kota kotamobagu sehingga akan membuka akses pelaku-pelaku ekonomi dalam memperoleh dukungan permodalan.
T anggapan sang walikota saat itu bahwa apa yang saya sampaikan itu sangat sulit di wujudkan dengan berbagai dalih yang keliatan masuk akal, dan pada intinya saran saya di tolak mentah-mentah. Untuk kemudian walikota menjelaskan konsep pengembangan sector jasa yang akan di tempuh dan tidak berbeda jauh dengan penjelasan dalam pertemuan saya pertama dalam ruangan kerja beliau. 

Apapun yang walikota jelaskan dalam hemat saya adalah benar semuanya namun sangat di sayangkan jika cara menanggapi sebuah saran masyarakat berkesan miris, tidak penting. Pasca penjelasan beliau, terbetik dalam pikiran sadar saya, bahwa arah pembangunan kota kotamobagu adalah sepenuhnya hak preogratif walikota sebagaimana mengangkat atau tidak seorang kepala SKPD. Siapapun tidak berhak memberikan pendapat, masukan/saran menyangkut pembangunan kota kotamobagu.
Pembaca yang budiman, curahan hati saya dan teman-teman selaku warga kota kotamobagu sebagaimana telah di paparkan secara terang benderang sebelumnya menjadi satu pelajaran penting belum berkembangnya tatanan demokrasi di bumi kota kotamobagu. Pelaksanaan good governance sebagaimana di atur dalam peraturan pemerintah no 101 thn 2000 ttg Good Gonernance nyatanya belum terlaksana secara maksimal. 
Adalah tanggung jawab kita semua (kalo merasa) selaku warga kota kotamobagu dalam mewujudkan hal tersebut. 
 
Bagikan artikel ini